KPK Butuh Backup Usut Kasus Kakap
JAKARTA, Jawa Pos – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons isu seputar kasus besar yang dilaporkan Presiden Joko Widodo. Lembaga antirasuah itu tidak tahu klaim Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menyebut kasus itu belum ditangani.
’’Kami belum mengetahui kasus apa yang dimaksud,’’ kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif kemarin (13/11).
Klaim Menko Polhukam itu mendapat perhatian publik. Di satu sisi, KPK dianggap tidak mendukung pemberantasan korupsi karena mengabaikan laporan Jokowi. Di sisi lain, KPK dianggap tidak perlu memprioritaskan laporan presiden guna menjaga independensi.
Laode menyarankan agar para pihak yang ragu-ragu terhadap perkembangan pelaporan kasus korupsi datang ke KPK. Sebab, data-data pelaporan, termasuk informasi tentang siapa saja pelapor itu, tidak bisa diungkap secara terbuka. ’’(Informasi tentang siapa pelapor) menurut perundang-undangan harus dirahasiakan,’’ ungkapnya.
Sejauh ini, memang ada beberapa kasus yang menjadi perhatian Presiden Jokowi. Sejumlah pihak yang berkaitan dengan perkara tersebut sudah ditangani KPK. ’’Meskipun butuh waktu karena kompleksitas perkara dan perolehan bukti,’’ paparnya.
Laode mencontohkan dugaan korupsi pembelian Heli AW-101 yang ditelusuri KPK dengan bantuan Pom TNI. Dalam perkara tersebut, KPK telah menangani satu orang dari swasta, sedangkan Pom TNI menangani tersangka berlatar belakang militer. ’’(Saat ini) KPK menunggu hasil audit kerugian keuangan negara yang sedang dihitung BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),’’ jelasnya.
Perkara tersebut memang terbilang kompleks. Sebab, KPK hanya menangani pihak swasta. Tersangka dari militer ditangani Pom TNI. Kondisi tersebut sangat bergantung pada keterbukaan dan kesungguhan TNI. ’’Untuk kasus ini, kami mengharapkan dukungan penuh presiden dan Menko Polhukam. Kasusnya sebenarnya tidak susah kalau ada kemauan dari TNI dan BPK,’’ ujarnya.
Kasus kedua, kata Laode, adalah dugaan korupsi mafia minyak Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Kasus tersebut kini sudah di tahap penyidikan dengan seorang tersangka. Yakni, eks Direktur Utama Petral Bambang Irianto.
Laode mengakui bahwa perkara itu cukup rumit lantaran membutuhkan penelusuran bukti lintas negara. ’’Sehingga perlu kerja sama internasional yang kuat,’’ katanya.