Jawa Pos

Kontrol Bicara, Fokus Kerja

SOSOK Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok santer dikabarkan akan dipercaya pemerintah untuk memimpin sebuah perusahaan BUMN

- Oleh MUHAMMAD QODARI Direktur Eksekutif Indobarome­ter

Mengapa Ahok dipilih? Menurut saya, ada beberapa hal yang melatarbel­akangi.

Pertama, Ahok memiliki kepemimpin­an yang baik. Kepemimpin­an itu sudah dia buktikan. Ahok bukan orang yang asing di dunia usaha. Sebelum masuk ke pemerintah­an, dia pernah mendirikan perusahaan.

Ahok lalu masuk ke pemerintah­an dengan menjadi bupati Belitung Timur. Memulai sebuah terobosan yang kelak menjadi tradisi di daerah-daerah lain. Salah satunya, pendidikan gratis. Terobosan itu kemudian diikuti daerah-daerah lain.

Berprestas­i sebagai bupati membuat Ahok digandeng menjadi wakil gubernur DKI Jakarta berpasanga­n dengan Pak Jokowi. Keduanya membuat terobosant­erobosan di ibu kota.

Salah satu kelebihan Ahok pada saat itu adalah transparan­si anggaran. Dia sangat keras soal transparan­si. Namun, saat itu dia juga punya kelemahan. Emosinya meledak-ledak dan mulutnya yang sering out of control. Itu pula yang membuat dia menjadi sosok kontrovers­ial saat menjadi kepala daerah, bahkan mengantarn­ya masuk penjara.

Kita harus ingat bahwa Ahok tidak dipenjara karena korupsi. Namun, karena mulutnya out of

control. Kalau dipenjara karena korupsi, tidak mungkin dia dimasukkan ke BUMN. Dan, soal profesiona­litas, kinerja, dan transparan­si, sampai saat ini tidak ada yang meragukan Ahok.

Karena itu, dalam pandangan saya, Ahok memang pas bila ditempatka­n di BUMN. Bila ditempatka­n di jabatan publik, risikonya terlalu besar karena bisa jadi akan menjadi kontrovers­i lagi. Tapi, kalau dia di swasta, sangat disayangka­n kemampuann­ya tidak termanfaat­kan oleh negara.

Dipilihnya Ahok di BUMN, apalagi di bidang energi, saya kira juga berkaitan dengan rekam jejaknya soal transparan­si. Kita tentu tahu, sampai saat ini belum ada yang mampu menaklukka­n perusahaan BUMN energi, baik Pertamina maupun PLN. Bahkan, Elia Massa Manik, mantan direktur utama Holding PTPN, juga tidak mampu.

Kita tentu ingat, saat itu Elia disebut-sebut sebagai ”Jonan” baru. Dia diharapkan bisa sukses memimpin Pertamina sebagaiman­a kesuksesan Jonan di PT KAI. Kenyataann­ya, dia tumbang juga. Karena itu, saya memandang bahwa penunjukan Ahok adalah salah satu bentuk keputusasa­an presiden dalam mencari sosok yang tepat.

Apa pun posisinya, pesan saya hanya dua. Pertama, bila sudah resmi menjabat di BUMN, apakah komisaris, direktur, atau apa pun, jangan bicara kepada publik. Bila memang ada yang harus disampaika­n, serahkan kepada corporate communicat­ion. Lebih baik Ahok berbicara lewat kinerja selama berada di BUMN.

Keuntungan lainnya, meski BUMN bersinggun­gan dengan publik, pertautann­ya lebih terbatas. Dengan begitu, Ahok juga mungkin akan lebih minim kesempatan bicara di ruang publik.

Memasukkan seorang Ahok ke dalam BUMN juga bukan langkah yang tanpa risiko. Tapi, mungkin Pak Jokowi melihat peluangnya lebih besar ketimbang risikonya. Risiko memasukkan Ahok adalah mulutnya. Tapi, presiden memerlukan seseorang yang secara personal betul-betul bisa dia percaya. Tidak hanya mengenal baik karena pernah bekerja bersama.

Memasukkan Ahok ke BUMN juga bisa memiliki dampak politis. Tapi, sekali lagi, dampaknya sangat bergantung pada kinerjanya. Kita semua tahu PLN dan Pertamina itu perusahaan besar sehingga ada banyak yang berkepenti­ngan. Kalau dia berbicara, lalu timbul kontrovers­i, pihak-pihak tersebut akan terus bersuara. Sangat mungkin Ahok akan dimusuhi.

Intinya, Ahok harus lebih fokus bekerja ketimbang berbicara saat masuk ke internal BUMN. Pesan saya berikutnya, apa pun jabatan yang diemban Ahok nanti di BUMN, jangan sampai dia menjadi Elia Massa Manik kedua.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia