Minta Ganti Rugi Rp 2,4 Miliar Per Orang
Para perempuan Korsel yang menjadi budak seks di masa pendudukan Jepang menggugat. Mereka ingin Jepang bertanggung jawab. Rabu (13/11) sidang pertama gugatan itu digelar di Seoul.
USIA Lee Yong-soo tak lagi muda. Sudah 91 tahun. Rambutnya telah memutih dan pandangannya kabur. Untuk berjalan pun, dia harus memakai kursi roda. Namun, segala keterbatasan itu tak membuatnya putus asa. Yong-soo tetap ingin mencari keadilan atas perbuatan keji yang dilakukan Jepang terhadapnya.
Yong-soo adalah salah seorang budak seks yang bertugas melayani prajurit Jepang selama masa pendudukan Semenanjung Korea pada 1910–1945. Para perempuan seperti Yong-soo biasanya disebut jugun ianfu.
Fenomena perempuan penghibur untuk prajurit Dai Nippon itu tidak hanya terjadi di Korsel, tapi juga negara-negara lain yang diduduki Jepang. Total diperkirakan ada 200 ribu jugun ianfu dan mayoritas ada di negara-negara Asia.
”Saya adalah bukti hidup sebuah sejarah,” terang dia dalam konferensi pers sebelum proses dengar pendapat di Pengadilan Distrik Pusat Seoul, Korsel.
Sebanyak 20 orang mantan jugun ianfu
dan keluarganya mengajukan gugatan sejak 2016. Kini yang masih hidup tinggal lima orang. Mereka menuntut ganti rugi KRW 200 juta atau setara Rp 2,4 miliar kepada pemerintah Jepang.
Dalam proses peradilan pertama tersebut, perwakilan dari pemerintah Jepang tak hadir. Kursi tergugat kosong. Berdasar aturan hukum sipil Korsel, tergugat memang tak wajib datang. Versi Jepang, masalah jugun ianfu sudah diselesaikan dalam kesepakatan normalisasi hubungan dua negara pada 1965. Selain itu, ada kesepakatan pada 2015. Kala itu Negeri Sakura tersebut meminta maaf dan membayar JPY 1 miliar (Rp 129,7 miliar) kepada para korban.
”Dalam hukum internasional, pemerintah Jepang tidak termasuk dalam yurisdiksi Korsel karena prinsip imunitas kedaulatan,” tegas Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga seperti dikutip Agence France-Presse.
Namun, bagi Yong-soo, pernyataan pemerintah Jepang itu tak masuk akal. Jika memang merasa tak bersalah, Jepang seharusnya tetap datang. ”Mereka menculik anak-anak yang tidak bersalah dan menyebabkan kerusakan yang tidak bisa diperbaiki,” ujar Lee Okseon, salah seorang jugun ianfu lainnya.
Para jugun ianfu itu memang melayani nafsu seksual prajurit Jepang dengan paksaan. Setelah pendudukan usai, mereka yang menjadi korban harus menutup diri selama bertahun-tahun karena malu.
Lee Sang-hee, pengacara para korban, menegaskan bahwa itu mungkin akan menjadi proses peradilan pertama dan terakhir. Sebab, usia para mantan jugun ianfu sudah mendekati seabad. Dia menegaskan, yang dialami para korban adalah kekerasan seksual sistematis.
Namun, 2015 lalu pemerintah Korsel dan Jepang membuat kesepakatan tanpa bertanya atau melibatkan para mantan jugun ianfu tersebut.
Kesepakatan itu juga tak lagi berlaku. Sebab, ketika Moon Jae-in menjadi presiden pada 2017, dia membatalkannya. ”Saya akan menuntut permintaan maaf dan kompensasi sampai akhir,” tegas Yong-soo.