Lelang Bandeng Kawak Tradisional dan Religiusitas
RABU malam (13/11), lelang bandeng kawak tradisional (LBKT) kembali digelar di Alun-Alun Sidoarjo. Tradisi budaya tahunan yang dimulai sejak 1961, semasa Bupati Sidoarjo kesepuluh RH Samadikoen, itu merupakan even yang selalu dikaitkan dengan peringatan maulid, kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Tujuan awal diadakannya LBKT adalah mendorong para petani tambak untuk melestarikan perikanan sebagai salah satu determinan mata pencaharian masyarakat Kabupaten Sidoarjo. Hal itu tercermin dari logo Kabupaten Sidoarjo yang terdapat ’’ur-ban’’ alias urang (udang) dan bandeng di samping tebu serta padi. Petani tambak begitu semangat dan antusias memelihara bandeng itu sampai menjadi kawak (bandeng besar, pernah mencapai berat 12 kg saat lelang). Sebab, pada even LBKT, petani yang dinyatakan menang memperoleh apresiasi yang cukup menjanjikan. Medali emas, trofi, sepeda motor, sejumlah tabungan, dan piagam penghargaan dari Bupati Sidoarjo bisa didapatkan. Itulah sebabnya mata pencaharian perikanan (pertambakan) hingga kini dapat bertahan di Kabupaten Sidoarjo. Beragam produk bandeng telah dibuat. Mulai bandeng presto, bandeng asap, hingga othakothak. Lagi pula, bandeng Sidoarjo telah dikenal khas dan enak karena tidak bau tanah.
Dari sisi religiusitas, pelaksanaan LBKT selalu dibarengkan dengan peringatan maulid yang mengandung beberapa makna. Selain ungkap syukur kepada Allah SWT atas keberhasilan panen raya ikan (bandeng), warga sebagai hamba yang berharap akan syafaat-Nya bersukaria atas momentum mengenang kelahiran Nabi SAW sebagai pembawa risalah kebajikan.
Karenanya kalau beberapa waktu lalu, LBKT pernah diadakan dalam rangka HUT Sidoarjo, berdasar titian sejarahnya ternyata ahistoris. Berkenaan dengan itu pula, jika untuk memeriahkan even LBKT harus mendatangkan hiburan, perlu dilakukan dengan hati-hati. Hiburan yang tetap bersifat religi-edukatif terasa lebih pas daripada yang mengumbar aurat, memicu gerakan erotis, atau suara yang memancing nafsu syahwati.
Spirit Kemanusiaan
dan Keagamaan Selain dimeriahkan aneka hiburan, LBKT menjadi wahana untuk pencarian dana. Dana digali dari masyarakat luas, terutama dari para pengusaha dan OPD (organisasi perangkat daerah). Dana yang terkumpul dipergunakan untuk kepentingan kemanusiaan-keagamaan. Di antaranya, pembangunan tempat ibadah, santunan kaum duafa, anak yatim, atau kebutuhan mendesak lain yang tidak mungkin di-cover secara cepat oleh APBD.
Apalagi, dengan dibentuknya Yayasan Delta Sejahtera (yang menaungi kegiatan LBKT), tentu diharapkan dapat lebih memiliki kemaslahatan bagi sesama dan semesta alam yang lebih luas. Bukankah begitu?!
Sekretaris Dinas Dikbud Sidoarjo