Korban First Travel Menggugat
UJI materi tidak hanya dilakukan pada Undang-Undang (UU) Kementerian Negara. Kemarin (10/12) Mahkamah Konstitusi (MK) juga mulai menyidangkan gugatan uji materi UU KUHP dan KUHAP. Gugatan dimohonkan Pitra Romadoni Nasution, pengacara para korban penipuan umrah First Travel, bersama tiga pemohon lain. Mereka menghendaki aset pelaku bisa dicairkan oleh korban, bukan disita untuk negara.
Gugatan tersebut menyoal pasal 39 KUHP dan pasal 46 KUHAP. Pasal 39 KUHP mengatur tentang perampasan aset terpidana yang didapat dari hasil kejahatan. Sementara pasal 46 KUHAP mengatur prosedur penyitaan yang memungkinkan hakim memutus bahwa harta terpidana disita untuk negara.
Dalam petitumnya, Pitra meminta ketentuan pasal 39 KUHP ditambah frasa ”dan dikembalikan kepada korban”. Artinya, aset yang dapat dirampas itu harus diserahkan kepada korban. Sementara untuk prosedurnya, ditambahkan klausul yang dirugikan akibat tindak pidana. Sehingga benda yang disita itu harus dikembalikan kepada yang dirugikan atau yang paling berhak. Perampasan untuk negara juga harus mendapat persetujuan korban.
Pitra menjelaskan, pihaknya punya dua tujuan dalam gugatan tersebut. Yang pertama adalah mengembalikan hak-hak para korban penipuan First Travel. ”Walaupun hanya Rp 25 miliar, itu dibagi rata dulu,” ucapnya seusai sidang. Dia yakin penyidik akan membongkar lagi aset lain First Travel.
Kedua, agar ke depan tidak ada lagi putusan sebagaimana yang terjadi pada kasus First Travel. Di mana seharusnya korban mendapatkan haknya kembali, tapi malah dirampas negara. ”Nanti saya masukkan nama-nama klien saya korban First Travel (sebagai pemohon, Red),” lanjutnya.