Wakil Menteri Disoal lewat Uji Materi
Pemohon Tuding Ada Upaya Bagi-Bagi Kekuasaan
JAKARTA, Jawa Pos – Mahkamah Konstitusi mulai menyidangkan permohonan uji materi UU 39/2008 tentang Kementerian Negara kemarin (10/2). Pihak pemohon menilai posisi wakil menteri Kabinet Indonesia Maju yang dimunculkan lewat UU itu hanyalah bentuk bagi-bagi kekuasaan.
Pemohon dalam uji materi itu adalah Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) Bayu Segara. Dia memilih untuk tidak mempersoalkannya secara langsung kepada presiden. ”Kami hanya ingin meminta penegasan kepada MK, apakah ini (wakil menteri) konstitusional atau tidak,” terangnya.
Kuasa hukum pemohon, Viktor Santoso Tandiasa, menjelaskan, pada prinsipnya pemohon berpandangan bahwa wakil menteri tidak perlu ada setelah UU 39/2008 terbit. Pasal 10 UU itu menyebutkan, dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu. Namun, tidak ada tupoksi yang jelas bagi wakil menteri.
UU tersebut sudah mengatur susunan organisasi kementerian dalam satu pasal, yakni pasal 9. Bahwa pemimpin kementerian adalah menteri. Pembantunya adalah sekretaris jenderal. Kemudian, pelaksananya adalah para Dirjen dan diawasi oleh inspektorat. Didukung oleh badan atau pusat serta diberikan pelaksana tugas pokok di daerah atau luar negeri sesuai aturan. ’’Tidak ada posisi wakil menteri di situ,’’ lanjutnya.
Viktor mencontohkan wakil menteri di era Presiden Joko Widodo. Salah satunya di Kementerian BUMN. Kementerian itu memiliki dua wakil menteri karena tugasnya dianggap berat. Nyatanya, keduanya malah merangkap jabatan sebagai komisaris di Pertamina dan Bank Mandiri. Bukan fokus membantu menteri mengurus 140-an BUMN.
Karena itu, pihaknya menilai wakil menteri tidak memiliki tempat yang jelas dalam UU. ”Rangkap jabatan itu membuktikan bahwa tidak ada kerjaannya wakil menteri,” tuturnya. Kalau wakil menteri punya banyak pekerjaan, dia tidak akan merangkap jabatan.
Dia menambahkan, konstitusi tidak mengatur jabatan wakil menteri. Di konstitusi disebutkan secara eksplisit dan limitatif bahwa presiden hanya dibantu menteri. Tidak ada wakil menteri. ”Pembuat UU menambahkan jabatan wakil menteri yang seharusnya tidak boleh ditambahkan karena ada benturan dengan konstitusi,” katanya.
Dalam permohonan tersebut, tuntutannya adalah menyatakan pasal 10 UU 39/2008 bertentangan dengan UUD 1945 alias membatalkan pasal itu. Salah satu alasan yang diajukan adalah merugikan pemohon sebagai pembayar pajak karena uang pajaknya digunakan untuk membayar gaji pejabat yang tidak ada dalam konstitusi.
Hakim panel konstitusi Manahan M.P. Sitompul meminta agar para pemohon tidak hanya menyatakan kedudukan hukum sebagai pembayar pajak. Sebab, kedudukan hukum itu hanya bisa berlaku untuk uji UU yang terkait dengan keuangan negara. Sementara itu, petitum atau tuntutan dianggap sudah jelas. Yakni, meminta agar jabatan wakil menteri tidak perlu diatur.