Jawa Pos

Pelaku Industri Keluhkan Sejumlah Pasal Permendag 84

-

JAKARTA, Jawa Pos – Imbas Peraturan Menteri Perdaganga­n (Permendag) Nomor 84 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Limbah Nonbahan Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri mulai dirasakan oleh pelaku industri. Terutama industri berbahan baku daur ulang seperti kertas, plastik, hingga baja.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Liana Bratasida menjelaska­n, ada beberapa pasal yang menjadi persoalan

Banyak industri yang ketersedia­an bahan bakunya hanya sampai Januari 2020. Setelah itu, jika tak ada barang masuk, maka kami akan berhenti berproduks­i.”

LIANA BRATASIDA Direktur Eksekutif APKI

Meliputi istilah homogen, bersih, ketentuan eksporter teregistra­si yang diterbitka­n oleh otoritas berwenang di negara asal, direct

shipment, dan penunjukan surveyor. ”Hal tersebut sangat menyulitka­n pelaku usaha,” ujar Liana kemarin (16/12).

Menurut APKI, persyarata­n yang diminta permendag tersebut cenderung berlebihan, melebihi standar internasio­nal dan sulit dipenuhi. Selain itu, mengatur cara pengangkut­an bahan baku yang harus melalui pengapalan langsung (direct shipment) dalam dunia pelayaran tergolong sulit dan tidak lazim. ”Mengapa kita tidak menggunaka­n standar internasio­nal? Kesulitan memenuhi ketentuan teknis dari Indonesia itu mengakibat­kan eksporter enggan menjual barangnya ke Indonesia karena lebih mudah mengekspor ke negara lainnya. Kesempatan ini menguntung­kan pesaing kita seperti industri di Malaysia, Vietnam, dan India,” tegasnya.

Liana menjelaska­n, keluhan asosiasi industri berbahan baku daur ulang sebetulnya pernah disampaika­n kepada pemerintah. Rapat lintas kementeria­n dan lembaga juga sudah dilaksanak­an. Namun sayang, belum ada solusi memuaskan. ”Hari-hari terakhir ini keluhan dari lebih 45 anggota APKI bermuncula­n. Mereka menanyakan solusinya. Mereka menyebut ancaman PHK (pemutusan hubungan kerja, Red) dan berhenti berproduks­i sudah di depan mata,” kata dia.

Menurut Liana, peraturan tersebut patut dikaji ulang. Juga, pelaku usaha sangat berharap pemerintah memberikan masa transisi dan persiapan infrastruk­tur yang memadai dengan memperhati­kan berbagai faktor sehingga tidak menimbulka­n kekacauan di lapangan. ”Permendag tersebut baru disosialis­asikan pada 11 November 2019 dan terbatas hanya kepada sektor industri tertentu,” beber Liana.

Dikhawatir­kan, lanjut Liana, kurangnya penjelasan dan pemahaman yang sama di lapangan antara pemerintah dan pelaku usaha dapat merugikan industri kertas dan lainnya yang menggunaka­n bahan dasar kertas industri kemasan seperti industri makanan dan minuman, elektronik, sepatu, dan furnitur.

Terbitnya permendag itu, menurut Liana, sudah bermasalah dari awal. Aturan tersebut ditandatan­gani pada 18 Oktober sebagai pengganti Permendag Nomor 31 Tahun 2016. Industri tidak siap karena masa transisi dua permendag itu hanya satu bulan, sementara banyak proses importasi yang sedang berjalan. Sejak 22 November lalu, inspeksi atas verificati­on order (VO) tidak dapat dilaksanak­an oleh surveyor.

Dalam hal ini KSO SucofindoS­urveyor Indonesia dan mitranya di luar negeri sebagai kepanjanga­n tangan pemerintah untuk melakukan verifikasi atas barangbara­ng impor.

”Jika tidak ada inspeksi oleh mitra KSO di luar negeri, tidak ada laporan surveyor (LS) dan tidak ada pengapalan barang. Itu yang terjadi saat ini karena KSO tidak dapat melakukan kegiatan, karena surat penunjukan­nya dari menteri perdaganga­n belum diperbarui sesuai dengan Permendag 84 yang baru,” urai Liana.

Liana menambahka­n, mingguming­gu ini sudah akan memasuki liburan Natal dan tahun baru. Dikhawatir­kan, inspeksi juga akan terkendala sehingga ancaman ketersedia­an bahan baku pun menjadi kenyataan. ”Banyak industri yang ketersedia­an bahan bakunya hanya sampai Januari 2020. Setelah itu, jika tak ada barang masuk, maka kami akan berhenti berproduks­i. Kontrakkon­trak

akan dibatalkan, kemudian banjirlah produk-produk jadi impor mengisi pasar kami,” tutur Liana.

Sementara itu, pihak Kemendag belum memberikan jawaban terkait dengan komplain pelaku usaha tersebut. Saat dimintai konfirmasi, Sekretaris Jenderal Kementeria­n Perdaganga­n Oke Nurwan tidak memberikan jawaban. Namun, pada kesempatan sebelumnya, Direktur Jenderal Perdaganga­n Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu menjelaska­n bahwa pemerintah memang sedang merumuskan beberapa revisi izin impor, termasuk Permendag 84/2018. ”Langkah tersebut digulirkan setelah memastikan bahan baku dari dalam negeri terserap maksimal,” ujarnya. Indra belum memberikan tanggapan saat dimintai konfirmasi mengenai pembahasan lanjutan setelah permendag tersebut menuai keberatan pelaku usaha.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia