Memperbaiki Defisit Neraca Dagang
DEFISIT neraca perdagangan pada November cukup mengagetkan. Meski telah diprediksi sebelumnya, tidak diduga nilainya sebesar ini. Defisit pada November 2019 cukup dalam, yakni mencapai USD 1,33 miliar
Sementara itu, sepanjang Januari–November 2019, defisit neraca perdagangan USD 3,11 miliar.
Secara historis, pada akhir tahun menjelang libur Natal dan tahun baru impor cenderung meningkat, khususnya untuk barang-barang konsumsi. Tapi, peningkatan impor barang konsumsi pada November ini terbilang sangat tinggi. Di sisi lain, ekspor yang dalam dua bulan sebelumnya menunjukkan perbaikan justru mengalami penurunan. Kenaikan impor di saat ekspor menurun mengakibatkan defisit yang terjadi sangat besar.
Dengan besarnya defisit pada November dan kondisi serupa juga terjadi di Desember, dapat dipastikan bahwa neraca perdagangan kita akan defisit cukup besar. Saya perkirakan, defisit neraca dagang kita sepanjang tahun ini akan berada di kisaran USD 3 miliar–4 miliar.
Kondisi itu tentu akan memperburuk defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Secara keseluruhan, neraca pembayaran Indonesia (NPI) memang masih akan surplus tahun ini. Namun, lantaran defisit transaksi berjalan melebar, surplusnya pun semakin kecil. Di sisi lain, melebarnya CAD akan membuat nilai tukar rupiah menjadi fragile terhadap dolar AS.
Terkait target perbaikan neraca dagang yang akan dilakukan dalam waktu tiga tahun seperti yang disampaikan pemerintah, tampaknya tidak realistis. Selama ini permasalahan defisit neraca dagang kita ada pada neraca migas yang terus mengalami defisit. Sedangkan neraca nonmigas selalu surplus. Hanya, angkanya terus menurun.
Kebijakan pemerintah terkait program B30 –yang nanti menjadi B100– dan green avtur memang bisa mengurangi ketergantungan terhadap impor migas. Namun, kebijakan tersebut tidak lantas mampu membuat neraca migas menjadi berbalik surplus. Sementara
kita tahu, tiga tahun ke depan kebutuhan akan migas juga akan naik karena adanya kenaikan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk. Di sisi lain, lifting minyak terus turun.
Karena itu, kebijakan tersebut harus dikombinasikan dengan kebijakan-kebijakan lainnya. Misalnya, mendorong lifting minyak dan investasi di eksplorasi migas. Tapi, itu akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Lebih dari tiga tahun.
Untuk neraca perdagangan bisa saja berbalik surplus. Namun, itu bergantung pada harga komoditas. Padahal, seperti diketahui, saat ini ketidakpastian global masih cukup tinggi.