Optimistis Tahun Depan Lebih Baik
SURABAYA, Jawa Pos – Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur (Jatim) tahun ini tidak lebih baik ketimbang tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi Jatim yang mencapai 5,5 persen tahun lalu terkontraksi tahun ini. Namun, kondisi itu bisa lebih baik pada tahun depan.
’’Tahun ini mungkin 5,3 persen. Tidak jauh dari capaian pertumbuhan kuartal III yang menyentuh 5,32 persen,’’ kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jatim Difi Ahmad Johansyah setelah pertemuan tahunan kemarin (17/12).
Perlambatan itu terjadi lantaran ekonomi global yang juga melambat sepanjang 2019. Difi menjelaskan bahwa tahun ini terjadi kontraksi ekspor dan impor. Untungnya, sejak pertengahan 2018 hingga menjelang akhir 2019 ini, pertumbuhan e-commerce dan jasa layanan dalam jaringan (daring) cukup pesat sehingga turut mendorong pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta konsumsi rumah tangga.
Namun, pada 2020, Difi memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Jatim rebound ke kisaran 5,3–5,8 persen. Pertumbuhan itu didorong pembangunan infrastruktur di Jatim. Juga, omnibus law yang bakal menderegulasi sejumlah aturan. Omnibus law akan mempercepat pembebasan lahan dan mempermudah masuknya investasi ke Jatim.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menyatakan, Pemprov Jatim berupaya menjadikan sektor pariwisata sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru. Jatim kini sudah mempunyai Bromo Tengger Semeru (BTS) sebagai satu di antara sepuluh destinasi Bali Baru. Namun, BTS baru bakal menjadi destinasi superprioritas pada 2021.
’’Nah, sembari menunggu itu, kami berusaha membentuk 5 Banyuwangi Baru. Jadi, ada wilayah-wilayah lain yang akan dikembangkan,’’ jelas Khofifah.
Wilayah-wilayah tersebut, antara lain, Situbondo yang dekat dengan Baluran, Probolinggo yang tidak jauh dari Gili Ketapang, dan Sumenep yang menjadi lokasi wisata Gili Labak.
Sementara itu, menjelang Natal dan tahun baru (Nataru), BI memperkirakan adanya peningkatan kebutuhan uang kartal (uang kertas dan logam). Tahun ini kebutuhannya diprediksi mencapai Rp 105 triliun.
’’Total uang tunai terdiri atas uang pecahan besar (UPB) dan uang pecahan kecil (UPK) masing-masing Rp 100,7 triliun dan Rp 4,3 triliun,’’ terang Direktur Departemen Komunikasi BI Junanto Herdiawan kemarin.