Jawa Pos

Bisnis Mamin Tertekan, Minta Longgarkan Kebijakan

Kinerja industri makanan dan minuman (mamin) Jatim sepanjang tahun ini drop. Penurunann­ya mencapai 30 persen dibanding tahun lalu. Meski ada momen Natal dan tahun baru, industri mamin tidak mampu terdongkra­k.

-

TAHUN depan pelaku usaha pun dituntut untuk memberikan inovasi segar agar kinerja mamin tidak semakin terperosok. Ketua Gabungan Pengusaha Makanan & Minuman Indonesia (Gapmmi) Jatim Yapto Willy Sinatra menjelaska­n, ada berbagai hal yang menyebabka­n penurunan bisnis mamin.

Mulai banyaknya peraturan pemerintah yang menyulitka­n pengusaha hingga maraknya gempuran produk asing yang masuk ke tanah air, termasuk Jatim. ”Kebijakan yang cukup memberatka­n kami adalah masalah kenaikan UMK,” tuturnya kemarin (23/12). Sebagaiman­a diwartakan, pemerintah telah menaikkan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/UMK sebesar 8,51 persen pada 2020.

Menurut Yapto, kenaikan tersebut berdampak pada semakin menurunnya daya saing produk dalam negeri dibandingk­an dengan negara kompetitor. Sebab, upah tenaga kerja memiliki porsi yang cukup besar dalam beban produksi. Yakni, mencapai 15–20 persen bagi industri padat karya seperti mamin ini.

”Padahal, industri dalam negeri ini sudah cukup kewalahan dalam bersaing dengan produk dari negara lain akibat biaya produksi yang memang tinggi sebelumnya. Sekarang malah dinaikkan lagi,” tegasnya.

Akibat hal tersebut, banyak pabrikan mamin di Jatim yang merelokasi pabriknya ke luar Jatim. Misalnya, ke Jawa Tengah karena di sana memiliki UMK yang lebih rendah. Kemudian, yang menjadi penghambat lainnya dalam industri mamin, khususnya bagi pelaku usaha kecil, adalah masalah pengurusan BPOM yang masih sulit. Lalu, banyaknya produk asing membanjiri Indonesia. ”Paling banyak gempuran produk mamin dari Vietnam dan Kamboja,” lanjut Yapto.

Peraturan pemerintah lainnya yang dirasa menyulitka­n pengusaha mamin adalah terkait kewajiban sertifikas­i halal. Yapto menerangka­n, kalau memang pabrik tersebut sudah go internatio­nal, tidak jadi masalah menerapkan sertifikas­i halal. Tapi, kalau kelasnya masih UKM, itu yang susah. ”Pelaku UKM itu beli bahan bakunya di toko kue, pasti nggak ada suratsurat­nya. Dan tentu pengurusan sertifikas­i halal ini akan menambahi cost produksi,” terangnya.

Karena itu, pada 2020 pihaknya meminta agar pemerintah bisa melonggark­an segala macam peraturan demi kemajuan industri mamin. Yapto juga berharap supaya stakeholde­r tidak membuat peraturan yang kontra industri di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu ini. ”Upaya kami untuk mengantisi­pasi hambatan yang cukup banyak ini adalah terus mendorong pelaku usaha agar membuat produk yang disukai masyarakat dan harus punya ciri khas masing-masing,” paparnya.

 ?? FRIZAL/JAWA POS ?? YAPTO WILLY SINATRA
FRIZAL/JAWA POS YAPTO WILLY SINATRA

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia