Daerah Perbatasan Rawan Produk Ilegal
JAKARTA, Jawa Pos – Meningkatnya kebutuhan pangan menjelang hari raya kerap dimanfaatkan oleh oknum pengusaha untuk menjual produk impor ilegal, rusak, hingga kedaluwarsa. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebut temuan produk yang tidak memenuhi ketentuan tahun ini lebih banyak daripada sebelumnya.
Kepala BPOM Penny K. Lukito menuturkan, sebanyak 188.768 produk pangan kemasan tak layak dapat diamankan dari 1.152 sarana distribusi di seluruh Indonesia. Mulai ritel, importer, distributor, hingga toko grosir. Dari jumlah tersebut, 50,97 persen atau 94.384 produk adalah pangan kemasan tanpa izin edar alias ilegal. Artinya, produk tersebut belum terdaftar di BPOM.
Barang ilegal tersebut paling banyak ditemukan di distributor maupun importer. ”Bengkulu, Banten, Gorontalo, Riau, dan Bali merupakan lima besar daerah yang paling banyak ditemukan produk pangan ilegal,” papar Penny kemarin (23/12).
BPOM juga mendapati banyak produk kedaluwarsa di ritel dan toko grosir. Dari total 88.760 produk temuan di ritel dan grosir, 45.718 produk kedaluwarsa. Penny mengimbau masyarakat agar pandai memilih produk pangan di ritel maupun toko grosir. ”Cek kemasan dan label kedaluwarsa,” tegasnya.
Sulawesi Selatan (Sulsel), NTT, Bengkulu, Sulawesi Tenggara, dan Papua Barat merupakan daerah dengan banyak temuan produk pangan kedaluwarsa.
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Reri Indriani membenarkan bahwa temuan pangan tak layak 2019 meningkat dari tahun lalu. Yakni sebanyak 164.998 kemasan. ”Karena selama setahun ini ada penambahan sekitar 495 sarana distribusi, baik importer, distributor, ritel, maupun grosir,” jelas Reri.
Mayoritas produk tak layak itu, lanjut dia, ditemukan di daerah perbatasan. Sebab, di daerah tersebut terdapat pelabuhan sebagai pintu masuk barang-barang impor. Sedangkan jumlah personel BPOM terbatas.