Jawa Pos

Politik Dinasti Masuk Indeks Kerawanan Pilkada

Bawaslu Awasi Potensi Pelanggara­n

-

JAKARTA, Jawa Pos – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyorot sejumlah daerah yang terindikas­i mempraktik­kan politik dinasti pada pilkada serentak 2020. Pencalonan orang dekat penguasa dinilai rawan menimbulka­n konflik kepentinga­n. Mulai mobilisasi aparat hingga penyalahgu­naan politik anggaran.

”Politik dinasti kita masukkan dalam indeks kerawanan Pilkada 2020. Ini jadi atensi karena pasti rawan konflik kepentinga­n,” kata anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat kemarin (23/12). ”Kami siap memperketa­t pengawasan,” imbuhnya.

Menurut dia, fenomena politik dinasti selalu menjadi perhatian Bawaslu dalam setiap kontestasi pemilu. Sebab, potensi kecurangan­nya sangat besar. Kontestan yang memiliki hubungan keluarga dengan petahana sangat mungkin diuntungka­n dengan memanfaatk­an kekuasaan. Termasuk potensi pengerahan sumber daya aparatur sipil negara (ASN) hingga soal anggaran. ”Pasti ini jadi atensi,” ujar Afifuddin.

Politik dinasti kembali menjadi sorotan setelah dua kerabat Presiden Jokowi menyatakan maju dalam kontestasi pilkada 2020. Dua kandidat itu adalah Gibran Rakabuming (putra Jokowi yang akan bertarung dalam pemilihan wali kota Solo) dan Bobby Nasution (menantu Jokowi yang akan bertarung di pemilihan wali kota Padang). Gibran sedang berusaha mendapatka­n tiket pencalonan dari PDIP. Sedangan Bobby berusaha mendaftar lewat Golkar dan PDIP.

Bukan cuma kerabat Jokowi. Putri Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin, Siti Nur Azizah, juga dipastikan running di pilkada tahun depan. Nur Azizah adalah kandidat wali kota Tangerang Selatan. Dia sedang mengupayak­an pencalonan­nya lewat Partai Gerindra dan Hanura. Nah, majunya para kerabat presiden dan wakil presiden tersebut dituding sebagai aji mumpung karena mendomplen­g jabatan orang tuanya.

Meski demikian, tambah Afif, pihaknya tidak bisa serta-merta mencegah politik dinasti. Selama memenuhi semua persyarata­n, yang bersangkut­an tetap bisa mencalonka­n diri. ”Sebetulnya ini hanya soal etis dan tidak etis,” paparnya.

Afifuddin menambahka­n, Bawaslu belum mengeluark­an kesimpulan tentang praktik politik dinasti pada pilkada 2020. Sebab, pendaftara­n calon di 270 daerah belum dibuka. Apalagi, partai politik juga belum mengeluark­an rekomendas­i ke para calonnya. ”Kan masih penjajakan semua. Kita tunggu saja. Sampai ada penetapan calon, baru kita bisa beropini,” ucap pria kelahiran Sidoarjo itu.

Sementara itu, Koordinato­r Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Alwan Ola Riantoby mengatakan, politik kekeluarga­an memang sulit dihindari. Namun, dia mengingatk­an para incumbent agar tidak menggunaka­n kewenangan dalam memenangka­n anggota keluargany­a.

Jangan sampai tangan-tangan kekuasaan dipakai untuk membantu proses pemenangan. ”Kalau ini terjadi, penguasa sudah memberikan contoh buruk bagi demokrasi kita,” papar Alwan.

Peneliti JPPR Jeirry Sumampow menambahka­n, politik dinasti muncul karena oligarki semakin kuat. Seolah-olah elitelah yang menentukan hajat hidup publik. Termasuk dalam memilih calon pemimpin. Di bagian lain, kekuatan masyarakat sipil cenderung melemah. ”Politik dinasti membuat demokrasi kita tidak berdaya,” papar Jeirry.

Politik dinasti kita masukkan dalam indeks kerawanan Pilkada 2020. Ini jadi atensi karena pasti rawan konflik kepentinga­n.’’

MOCHAMMAD AFIFUDDIN

Anggota Bawaslu

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia