Jawa Pos

Barang Impor Rp 45 Ribu Kena Pajak

Untuk Bendung Produk Luar Negeri Banjiri Pasar

-

JAKARTA, Jawa Pos – Pemerintah menurunkan batasan (threshold) bea masuk dan pajak untuk barang kiriman. Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi menuturkan, kebijakan itu bertujuan untuk membendung produk impor e-commerce membanjiri tanah air.

Sebelumnya, barang bebas bea masuk ditetapkan maksimal USD 75 (sekitar Rp 1.050.000), tapi kini diturunkan menjadi maksimal USD 3 atau sekitar Rp 45.000. Dengan demikian, barang yang harganya di atas USD 3 akan kena bea masuk. Aturan itu mulai berlaku Januari 2020.

’’Ini menjawab tuntutan dari masyarakat pengusaha dan masyarakat umum bahwa pemerintah harus melakukan perlindung­an kepada pengusaha dalam negeri yang memproduks­i barangbara­ng yang head-to-head (beradu) dengan barang kiriman,’’ ujarnya kemarin (23/12).

Selain itu, Kemenkeu merevisi ketentuan mengenai pengenaan pajak dalam rangka impor. Sebelumnya, impor barang kiriman dikenai bea masuk 7,5 persen, pajak pertambaha­n nilai (PPN) 10 persen, dan PPh 10 hingga 20 persen.

Dalam ketentuan baru, pemerintah hanya akan menerapkan bea masuk 7,5 persen dan PPN 10 persen. ’’Jadi, total bea dan pajak dalam rangka impor yang dikenakan turun dari 27,5 hingga 37,5 persen menjadi 17,5 persen,’’ imbuhnya.

Aturan tersebut dikecualik­an untuk produk tas, sepatu, dan tekstil. Dalam hal ini, impor barang kiriman produk-produk itu dikenai bea masuk, PPN, dan PPh normal demi melindungi produsen lokal. ’’Bea masuk berkisar 15–20 persen untuk tas, sepatu 25–30 persen, tekstil 15,25 persen (dari nilai barang). PPNnya sama 10 persen dan PPh 7,5 sampai 10 persen,’’ katanya.

Heru melanjutka­n, kebijakan itu juga akan diiringi ketentuan impor barang e-commerce dengan mengganden­g platform marketplac­e untuk bersinergi bersama bea cukai dalam rangka transparan­si. Skema itu akan memungkink­an platform marketplac­e

mengalirka­n data transaksi e-commerce ke sistem bea cukai secara online sehingga mampu menghilang­kan praktik under invoice dan mengurangi missdeclar­ation dalam pemberitah­uan barang kiriman.

Pihaknya juga menegaskan bahwa dalam menyusun perubahan aturan itu, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Ditjen Pajak, dan Ditjen Bea Cukai telah melibatkan berbagai pihak untuk menciptaka­n peraturan yang inklusif serta menjunjung tinggi keadilan dalam berusaha.

’’Diharapkan dengan adanya aturan ini, fasilitas de minimis value benar-benar dapat dimanfaatk­an untuk keperluan pribadi dan dapat mendorong masyarakat untuk lebih menggunaka­n produk dalam negeri,’’ jelasnya.

Di tempat yang sama, Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanja­an Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menyatakan gembira dengan kebijakan tersebut. Kebijakan itu disebutnya sebagai langkah serius dari pemerintah untuk memberikan perlindung­an kepada pelaku usaha offline.

Menurut Budi, pemain lokal di usaha tas, tekstil, dan sepatu mengeluhka­n penurunan penjualan yang signifikan. ’’Ini kado Natal ya. Selama ini sudah masuk 50 juta paket dari luar. Seharusnya, kami pelaku usaha bisa segera konsolidas­i,’’ katanya.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia