Gencarkan Sosialisasi Jampersal
Agar Ibu Hamil Tak Khawatir Biaya Persalinan
SURABAYA, Jawa Pos – Pemkot membiayai semua persalinan warga yang memiliki surat keterangan tidak mampu (SKTM). Kebijakan tersebut dipertegas melalui Perwali No 53 Tahun 2019 tentang Jaminan Persalinan (Jampersal). Dalam aturan itu, ternyata bukan hanya ibu melahirkan yang mendapatkan bantuan. Biaya perawatan selama hamil, ibu nifas yang biasanya berlangsung 40 hari setelah persalinan, dan bayi yang baru dilahirkan juga masuk tanggungan jaminan tersebut.
Bisa dibilang, jampersal meng-cover bayi yang masih dalam kandungan hingga lahir di dunia. Pemkot mengucurkan banyak anggaran untuk menekan angka kematian ibu dan bayi akibat persalinan.
Biaya persalinan normal atau operasi bisa diklaimkan ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya. Namun, Perwali Jampersal tersebut membatasi penerima bantuan. Yakni, hanya masyarakat berpenghasilan rendah yang memiliki surat keterangan tidak mampu (SKTM). Surat itu didapatkan dari rekomendasi
RT/RW yang ditandatangani lurah.
Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti menuturkan bahwa intervensi yang dilakukan dinas kesehatan sangat besar. Bahkan, bayi yang baru lahir juga bisa mendapatkan bantuan susu. Terutama yang kurang gizi. ”Memang jumlah yang kurang gizi enggak banyak. Tapi, intervensi itu bisa diberikan hingga sang bayi tumbuh sehat. Ini untuk mencegah stunting juga,” katanya kemarin.
Masalahnya, belum banyak yang mengetahui aturan tersebut. Reni mengharapkan perwali itu bisa lebih gencar disosialisasikan
JPuskesmas
Puskesmas rawat inap Puskesmas pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar (PONED) Rumah sakit pemerintah Rumah sakit TNI/Polri
Dengan begitu, angka kematian ibu (AKI) bakal terus menurun.
Dari data Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Surabaya 2019, jumlah AKI per 100.000 kelahiran hidup menurun dari 85,72 pada 2016 menjadi 72,99 pada 2018. Sementara itu, angka kematian bayi (AKB) per 1.000 kelahiran hidup pada 2016 sebesar 6,39 menurun menjadi 5,04 pada 2019. Penyebab kematian bayi terbanyak adalah berat badan lahir rendah (BBLR), asfiksia, dan kelainan kongenital.
Reni mengungkapkan, peserta jampersal hanya bisa dilayani di puskesmas, rumah sakit milik pemerintah, dan rumah sakit yang dikelola TNI-Polri. Artinya, rumah sakit swasta belum bisa dilibatkan. ”Mungkin nanti menggandeng swasta juga. Sebab, setahu saya, sudah banyak RS swasta yang bekerja sama dengan pemkot,” ucap mantan anggota komisi D itu.
Jika kerja sama dengan swasta untuk jampersal belum bisa dilakukan, Reni berharap puskesmas lebih dioptimalkan. Selama ini banyak warga yang belum tahu bahwa puskesmas bisa melayani kelahiran. ”Ada yang tidak tahu. Tapi, ada juga yang tidak percaya dengan puskesmas. Padahal, kualitas pelayanannya tak kalah dengan rumah sakit,” katanya.
Ketua Komisi D DPRD Surabaya Khusnul Khotimah juga berharap perwali baru tersebut gencar disosialisasikan sehingga para ibu hamil di Surabaya mengetahuinya. Dengan begitu, mereka yang tidak mampu tak takut untuk melakukan persalinan. Selama ini, para ibu hamil sangat khawatir dan takut tidak bisa membiayai persalinan. Apalagi jika tidak bisa melahirkan secara normal.
Menurut dia, ada sejumlah pasal yang perlu diklarifikasi. Misalnya, pasal 14. Di dalamnya dijelaskan bahwa jaminan persalinan yang dapat diajukan ke dinkes berlaku sejak Januari 2019. Sementara itu, aturan tersebut baru diundangkan pada 29 November. ”Kalau berlaku mundur, kayaknya enggak. Akan sulit mengaturnya,” tuturnya.
Jika ketentuan tersebut bisa berlaku mundur, warga tak mampu yang melahirkan selama setahun belakangan bisa mengklaimkan biaya persalinannya. Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Febria Rachmanita menjelaskan bahwa jampersal itu menggunakan APBD 2019. Namun, warga yang sudah melakukan persalinan sebelum perwali tersebut diundangkan tak bisa mengklaim biaya persalinannya. ”Memang untuk anggaran 2019, tapi tidak berlaku mundur,” jelasnya.