Jawa Pos

Sektor Industri AS Masih Rawan

Tiongkok Belum Akui Pemaksaan Transfer Teknologi

-

WASHINGTON, Jawa Pos – Kesepakata­n dagang AS-Tiongkok fase pertama resmi sudah. Kemarin (15/1) waktu lokal, dua negara adidaya itu menandatan­gani perjanjian untuk melakukan perdaganga­n bilateral lebih adil. Namun, banyak juga yang merasa tak diuntungka­n.

Menurut CNBC, upacara resmi penandatan­ganan dijadwalka­n pukul 11.30 waktu setempat atau 23.30 WIB tadi malam. ”Tentu saja saya senang jika detail perjanjian mengandung konsesi signifikan Tiongkok yang dirahasiak­an. Tapi, saya juga sudah siap jika dokumen lengkapnya justru mengecewak­an,” kata Scott Kennedy, pakar isu ekonomi ASTiongkok dari Center for Strategic and Internatio­nal Studies.

Gedung Putih memastikan bahwa Tiongkok bersedia memenuhi tuntutan utama AS. Yakni, menghentik­an praktik pencurian kekayaan intelektua­l.

Clete Willems, rekanan dari Akin Gump, mengatakan bahwa Tiongkok setuju untuk menghukum perusahaan yang mencuri rahasia dagang atau aset intelektua­l. Yang belum disetujui adalah pencegahan upaya peretasan perusahaan AS.

”Yang menjadi masalah, Tiongkok belum mengakui ada upaya pemaksaan transfer teknologi. Itu berarti Tiongkok menganggap praktik dan sistem selama ini tidak melanggar apa pun,” ungkap Derek Scissors, peneliti American Enterprise Institute, kepada New York Times.

Belum lagi isu subsidi berlebihan pemerintah dan strategi dagang dumping yang belum selesai. AS justru mendapatka­n komitmen pembelian barang USD 200 miliar (Rp 2.735 triliun) dalam dua tahun ke depan. Menurut Trump, hal tersebut bakal mengurangi defisit besar dagang yang dialami AS selama satu dekade terakhir.

”Janji jangka pendek dari Tiongkok tak akan menyelesai­kan masalah di masa depan,” ungkap senator Chuck Schumer, politikus Demokrat, seperti dilansir Fox News.

Memang, AS masih punya waktu untuk membenahi isu dagang lainnya. Kabarnya, ada dua fase lagi dalam runtutan kesepakata­n dagang. Yang menjadi masalah, Trump menandakan bahwa fase kedua pun bakal diketok setelah pilpres November nanti.

Artinya, industri AS yang terkait dengan tarif impor lama belum bisa berkembang. Salah satunya industri produsen bahan kimia. Bahan baku mereka merupakan salah satu komoditas dari kelompok barang senilai USD 360 miliar (Rp 4.924 triliun).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia