Siswa Terpaksa Berbagi Ruang Kelas
Disekat Kain, Mengajar Harus Lantang
JEMBER, Jawa Pos– Ambruknya ruang kelas V SDN Selodakon 03, Kecamatan Tanggul, medio Desember lalu berdampak pada kegiatan belajar-mengajar (KBM) di sekolah setempat. Tiga ruang kelas lain tak bisa ditempati lantaran juga rawan ambruk.
Kondisi itu mengakibatkan para siswa harus berbagi ruang kelas. Mereka terpaksa belajar dengan menempati satu ruangan yang disekat kain. Tiap-tiap bagian ditempati kelas yang berbeda. Bahkan, ada yang menggunakan ruang perpustakaan sebagai kelas darurat. Padahal, kondisinya tidak standar. Selain sempit, keadaannya cukup pengap.
Jumlah keseluruhan siswa di SDN Selodakon 03 sebanyak 145 anak. Mereka terbagi menjadi enam rombongan belajar (rombel). Mulai kelas I hingga VI, masingmasing cuma satu rombel. Namun, setelah insiden ambruknya salah satu ruang kelas itu, pihak sekolah harus menata ulang. Tujuannya, para siswa tetap bisa mengikuti KBM dengan baik.
Dari pantauan Jawa Pos Radar Jember kemarin (15/1), siswa kelas I yang berjumlah 20 anak dan kelas II sebanyak 27 anak menempati satu ruangan. Oleh guru, ruang kelas itu disekat kain, mirip pemisahan jamaah lakilaki dan perempuan di musala.
Sementara itu, kelas III dan IV yang total jumlah siswanya 48 anak juga menempati satu ruang kelas. Namun, tak ada sekat apa pun. Mereka membaur jadi satu ruangan. Hanya, untuk membedakan bahwa di satu ruangan itu ada dua rombel, pihak sekolah memasang dua papan tulis di depan kelas. Masing-masing menjadi sarana belajar siswa di rombel berbeda. Setiap jam pelajaran dimulai, ada dua guru yang mengajar di satu ruangan dengan materi berlainan.
Informasinya, semula ruangan yang ditempati siswa kelas III dan IV itu juga disekat kain milik tenda yang biasa digunakan untuk kegiatan Pramuka. Tapi, karena Pramuka mengikuti acara belum lama ini, kain itu pun dipakai untuk kegiatan. Dengan begitu, ruang kelas tersebut tak lagi memakai pemisah.
Kondisi itu berdampak pada para siswa saat mengikuti KBM. Mereka menjadi tidak fokus saat belajar. Konsentrasi mereka terganggu akibat suara siswa lain yang mengikuti pelajaran berbeda meski di ruangan sama.
Uswatun Hasanah, salah seorang guru di sekolah tersebut, merasa tidak nyaman saat menyampaikan pelajaran di satu ruang kelas yang disekat. Terlebih, dia mengajar di kelas I yang siswanya masih memerlukan perhatian ekstra. Sebab, ketika ada siswa kelas II yang berbicara, siswa kelas I menirukan pembicaraan kakak kelasnya.
’’Jadi, suara saya juga harus dilantangkan. Kalau menerangkan dengan suara pelan, siswa tidak akan mendengar lantaran ada suara siswa kelas lain,” ujarnya.