Tagih Naskah Akademik dan Draf Omnibus Law
JAKARTA, Jawa Pos – Pemerintah ingin secepatnya membahas rancangan undang-undang omnibus law. Bahkan, mereka mematok waktu 100 hari untuk menyelesaikan pembahasan. Namun, sampai sekarang pemerintah belum juga menyerahkan naskah akademik (NA) dan drafnya. DPR pun memintapresidendanparapembantunya tidak banyak berwacana.
Wakil Ketua Baleg Willy Aditya mengatakan, yang masuk Prolegnas Prioritas 2020 dan sudah disepakati bukan hanya omnibus law soal cipta lapangan kerja dan perpajakan. Tapi, juga ada omnibus law ibu kota negara (IKN), farmasi, dan keamanan laut.
Menurut politikus Partai Nasdem itu, RUU omnibus law akan banyak menggabungkan UU yang lain. Karena itu, pemerintah harus betulbetul bisa menyusunnya dengan baik. ”Tidak mudah menggabungkan banyak undang-undang. Ini menjadi tantangan sendiri,” ujarnya.
Yang juga menjadi masalah, pemerintah belum menyerahkan naskah akademik dan draf RUU omnibus law. Akibatnya, DPR belum bisa banyak memberikan catatan. Ratarata anggota DPR hanya mengetahui sekelumit tentang gabungan produk legislasi itu.
Willy juga mengingatkan bahwa RUU omnibus law akan mendapat perhatian serius dari masyarakat.
Misalnya, omnibus law tentang cipta lapangan kerja akan dipelototi kalangan buruh. Wacana tanpa persiapan matang tidak cukup untuk menyiapkan undang-undang yang memuat banyak pasal itu dalam 100 hari. ”Jangan sampai hanya manis di bibir, tetapi begitu praktiknya compang-camping,” papar dia.
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas juga mengaku belum bisa banyak berkomentar soal RUU omnibus law. Dia berharap, setelah paripurna pekan depan, pemerintah sudah menyerahkan naskah akademik dan draf RUU.
Sementara itu, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengkritik rencana pemerintah yang menargetkan pembahasan RUU omnibus law dalam 100 hari. Menurut dia, target itu terlalu ambisius dan cenderung tidak logis. Padahal, pembahasan yang tergesa-gesa sangat rentan mengabaikan kualitas RUU tersebut. ”Kami khawatir kualitas dikesampingkan demi mengejar target pengesahan,” kata Lucius.
Pihaknya menangkap kesan bahwa pembahasan RUU tersebut sangat tergesa-gesa. Bahkan cenderung tertutup. Itu terlihat dari belum adanya draf RUU maupun naskah akademik yang muncul ke publik. Padahal, masyarakat berhak mengetahui isi draf RUU dan memantau proses pembahasan di parlemen. ”Sampai sekarang draf dalam RUU (omnibus law, Red) belum ada. Tidak bisa di-by
pass begitu saja,” ujarnya.
Formappi mendesak pemerintah agar tidak hanya mengejar target pembahasan. Pemerintah dan DPR harus membuka ruang partisipasi publik untuk ikut memberikan masukan. Di sisi lain, DPR belum menerima draf RUU omnibus law sampai sekarang. Padahal, pemerintah pernah menjanjikan bahwa draf berikut naskah akademik RUU
omnibus law akan diserahkan ke DPR pada pekan pertama setelah reses.