Siap Deal Proyek Infrastruktur Rp 17 Triliun
NAYPYIDAW, Jawa Pos – Xi Jinping menginjakkan kaki di Myanmar kemarin (17/1). Itu adalah kunjungan pertamanya ke negara tersebut sebagai presiden sejak dilantik 15 November 2012. Dalam lawatan selama dua hari itu, dia bertemu dengan Presiden Myanmar Win Myint, Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, dan Kepala Komandan Pasukan Militer Min Aung Hlaing.
Xi tidak datang dengan tangan kosong. Xinhua, seperti dikutip Agence France-Presse, melaporkan bahwa Xi berencana menandatangani proyek pelabuhan senilai USD 1,3 miliar atau setara Rp 17,7 triliun di Kyaukphyu, Rakhine. Proyek itu adalah bagian dari China-Myanmar Economic Corridor (CMEC).
Xi juga akan menandatangani beberapa proyek lainnya yang berhubungan dengan Belt and Road Initiative (BRI) alias jalur sutra modern Tiongkok. Nantinya ada kereta cepat yang menghubungkan pelabuhan di Kyaukphyu dengan zona industri dan perbatasan dua negara. Dalam kunjungannya, Xi memaparkan kepada para petinggi Myanmar bahwa hubungan mereka akan naik ke level dan era baru.
”Tiongkok mendukung Myanmar dalam menjaga hak-hak kedaulatan, kepentingan, legitimasi, dan martabat nasionalnya,” ujar Xi di halaman editorial harian milik pemerintah Myanmar.
Direktur Program Tiongkok di Stimson Center Yun Sun mengungkapkan bahwa sejak menjadi presiden, Xi sudah berkunjung ke hampir semua negara ASEAN. Tapi, baru kali ini dia melawat ke Myanmar. Yun meyakini bahwa krisis di Rohingya dan isolasi yang dilakukan komunitas internasional telah membuka kesempatan bagi Tiongkok. Yaitu, memenangkan hati Myanmar lewat sikap dukungan mereka.
”Lawatan ini tidak akan terjadi jika Tiongkok tidak yakin bahwa hubungan bilateral akan menuju arah yang positif,” ujar Yun Sun. Tiongkok bahkan membela Myanmar di PBB.
Berbeda dengan pemerintah yang menyambut Xi dengan karpet merah, aktivis dari berbagai daerah justru akan memberikan sambutan berbentuk protes. Aksi massa rencananya digelar di Yangon hari ini.
Tiongkok mendukung Myanmar dalam menjaga hakhak kedaulatan, kepentingan, legitimasi, dan martabat nasionalnya."
XI JINPING, Presiden Tiongkok