Dua Pabrik Bak Mandi Saling Gugat Desain
Karena Produknya Mirip
SURABAYA, Jawa Pos – Dua bos perusahaan produsen peralatan rumah tangga berbahan plastik saling gugat di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Keduanya adalah Liang Soesanto dan Adianta Tanudirjo. Masalahnya, perebutan hak desain industri produk bak mandi. Dua perusahaan itu memproduksi bak mandi dengan bentuk yang serupa.
Liang menggugat Adianta terlebih dahulu. Bos CV Surya Santoso tersebut meminta pendaftaran desain produk bak mandi oleh Adianta di Ditjen HKI Kemenkum HAM dibatalkan. Alasannya, desainnya sudah menjadi milik umum karena bukan desain baru yang diciptakan Adianta. Saat Adianta mendaftarkan desain itu ke Ditjen HKI, bak mandi dengan desain serupa sudah beredar di pasaran.
”Desain itu dianggap tidak baru karena ada pengungkapan sebelumnya. Desain itu sudah pernah dibuat di luar negeri,” ujar pengacara Liang, Bobby Wijanarko, kemarin (17/1).
Liang membeli alat pencetak desain bak mandi itu dari Tiongkok sebelum Adianta mendaftarkan hak paten ke Ditjen
HKI. Melalui gugatan tersebut, bos perusahaan plastik asal Mojokerto itu ingin sertifikat hak paten yang diterbitkan untuk desain industri bak mandi Adianta dibatalkan. ”Kami ingin dibatalkan karena desain itu tidak baru. Sekarang dalam tahap sidang pembuktian,” katanya.
Belum rampung sidang gugatan Liang, Adianta menggugat balik. Bos PT Diansari Puri Plastindo itu meyakini Liang mencuri desain tersebut darinya. Alasannya, produk bak mandi buatan perusahaan Liang serupa dengan produk bak mandi perusahaannya yang beralamat di Sidoarjo.
Pengacara Adianta, Erni Setyati, mengklaim desain bak mandi itu dibuat kliennya pada 2012. Desain tersebut dipatenkan. Liang kemudian menirunya dengan mulai memproduksi dan memasarkan bak mandi serupa pada 2015. Liang sebelumnya salah satu distributor produkproduk perusahaan Adianta. Dia kemudian membuka perusahaan sendiri dan diklaim meniru produk-produk plastik kolega bisnisnya itu.
Akibat beredarnya produk serupa, Adianta mengklaim merugi Rp 685 juta. Perhitungannya, Rp 573 juta sebagai pendapatan yang seharusnya diterima Adianta dan Rp 112 juta sebagai keuntungan Liang dari penjualan produk tersebut. Erni mengklaim produk bak mandi buatan perusahaan Adianta lebih berkualitas daripada buatan Liang. Harganya juga jauh berbeda.
”Bahannya jelas berbeda. Dari penampilan fisik saja sudah terlihat punya Pak Adianta lebih cerah dan lebih awet. Harganya punya Pak Adianta Rp 70 ribu dan punya Liang Rp 40 ribu,” katanya.
Melalui gugatan itu, Erni meminta Liang menghentikan produksi dan pemasaran produk yang serupa dengan buatan perusahaan kliennya. Dia juga meminta Liang membayar kerugian. ”Kami sudah berusaha mediasi, tapi tidak ada titik temu. Bak mandi tetap diproduksi. Terakhir ditemukan beredar di wilayah Jember. Jelas merugikan karena hak paten ada pada Pak Adianta,” ujarnya.