PENDAKAIN LINTAS JURANG
Gunung Raung menjadi gunung tertinggi keempat di Pulau Jawa. Jalurnya juga ekstrem. Perjalanan saya saat mendaki gunung itu tak akan terlupakan.
PUNCAK Gunung Raung merupakan yang tertinggi dari gugusan pegunungan Ijen. Umumnya, pendaki memilih jalur via Kalibaru, Banyuwangi. Sebab, jalur itu dapat mengantar sampai ke Puncak Sejati yang memiliki ketinggian 3.344 mdpl.
Selain peralatan mendaki dan logistik yang memadai, pendaki juga harus memiliki mental dan fisik yang terasah. Gunung itu tidak disarankan untuk para pendaki pemula. Meski dikelilingi hutan yang cukup lebat, Gunung Raung tidak memiliki mata air. Jadi, pendaki harus membawa persediaan air lebih untuk minum dan memasak.
Pendakian optimal biasanya memakan waktu 3 hari 2 malam. Malam pertama digunakan untuk mengisi tenaga sebelum summit attack dan malam kedua untuk beristirahat serta ngopi sejenak sebelum kembali turun. Sebelum pendakian dimulai, pihak sekretariat Gunung Raung memberi arahan tentang jalur, pentingnya keselamatan, dan apa saja yang perlu diperhatikan selama pendakian.
Terdapat sembilan pos sebelum menemui empat puncak. Setelah 6–9 jam mendaki dari pos 1, saya tiba di tempat kamping utama, yaitu pos 7. Kalau cuacanya cerah, pemandangan dari atas awan sangat apik. Menurut saya, medan yang paling terjal berada di antara pos 5 dan pos 7. Ada tanjakan sepanjang 400 meter yang memakan waktu pendakian lebih dari dua jam.
Agar bisa melihat sunrise, summit attack umumnya dilakukan dini hari. Sekitar pukul 02.00. Estimasinya, dari pos 7 ke Puncak Bendera butuh waktu 2,5 jam. Saat itu, pemandu lokal yang sudah berpengalaman amat dibutuhkan. Setelah Puncak Bendera, ada medan tebing yang mengharuskan pendaki memakai peralatan climbing.
Perjalanan belum selesai. Ada Puncak 17 yang sangat curam dan tanpa pengaman. Pendaki harus merangkak turun. Jadi, hal itu sangat tidak disarankan bagi orang yang takut ketinggian. Selanjutnya, kami disambut jembatan yang terkenal dengan nama Jembatan Siratalmustakim. Bulu kuduk saya berdiri. Jadi, kami harus berjalan di antara dua jurang dengan lebar jalan kurang dari 1,5 meter. Selanjutnya, kami turun dengan teknik rappelling.
Kami lantas naik untuk mencapai Puncak Tusuk Gigi, kemudian Puncak Sejati.
Puncak Sejati menyuguhkan pemandangan kaldera Gunung Raung yang berbentuk lingkaran. Itu merupakan kaldera kering terbesar di Pulau Jawa. Rasa lelah pun terbayar dengan hati lega, gembira, dan bangga karena telah mendaki gunung terekstrem kedua di Indonesia.
Di era media sosial seperti sekarang, adakalanya motivasi mendaki hanyalah untuk memperkenalkan indahnya gunung di Indonesia lewat foto atau video yang diunggah. Memang, mendaki bisa jadi ajang bertukar pikiran bagi sesama pendaki, menantang kemampuan diri sendiri, dan ’’beristirahat’’ sejenak dari sibuknya suasana kota. Namun, perlu diingat, motivasi utama mendaki ialah mengutamakan keselamatan dan kelestarian lingkungan.