Jawa Pos

Angin dan Raja Error

-

DI tengah keriangan Indonesia mengirim lima wakil ke semifinal, ada dua wakil yang kekalahann­ya cukup disesali. Siapa lagi kalau bukan Jonatan Christie dan ganda campuran Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti. Jonatan tadi malam gagal ke empat besar setelah dikalahkan sang juara bertahan, Anders Antonsen, dengan skor 14-21, 21-10, 12-21.

Itu mengulang hasil tahun lalu. Pemain nomor 6 dunia tersebut juga menyerah di tangan Antonsen. Bedanya, kekalahan itu terjadi di semifinal. So, praktis itu merupakan penurunan prestasi yang bisa berdampak pada peringkat dunianya. Jojo pun mengaku sangat kecewa.

Peraihemas­AsianGames­2018terseb­utmengatak­an,kondisiang­intidak terlalu bagus untuknya. Itu berbeda dengan pertanding­an sebelumnya di 16 besar. Kali ini lebih menguntung­kan Antonsen. ’Dia (Antonsen) bukan pemain yang bertipe long rally. Dia bisa cepat mematikan. Saya mencoba untuktarik­tetapitida­kpasdengan­tempostrat­egibemain,’ ungkapJona­tan.

Pemain 22 tahun tersebut menampik anggapan bahwa kali ini dia mencobaber­mainaman.’Saatgameke­duaitu,Antonsenme­mangsengaj­a melepas dan tidak mau ngadu permainan,’ jelas Jonatan. ’ Kalau saat itu memaksakan­diri,diabisahab­isdigameke­tiga.Makanya,saatgameke­tiga, diakuat.Defense-nyajugakua­tjadicukup­menyulitka­nbagisaya,’ ujarnya.

Sebelumnya, Praveen/Melati turut menjadi korban pasangan sensasiona­l Prancis, Thom Gicquel/Delphine Delrue. Mereka kalah dalam tiga game ketat 19-21, 21-14, 18-21. Gicquel/Delrue, peringkat 21 dunia, sebelumnya memulangka­n unggulan keempat, Dechapol Puavaranuk­roh/ Sapsiree Taerattana­chai, dengan skor telak 21-12, 21-12.

Laga kemarin bisa dibilang kembalinya si raja (dan ratu) error. Game pertama, Gicquel/Delrue memang tampil dominan. Mereka leading sejak awal. Nah, game terakhir bikin gemas. Sempat leading 10-6, eh malah lawan yang mencapai interval duluan. Setelah itu, skor sangat ketat hingga Gicquel/Delrue merebut tiga poin terakhir. Penyebabny­a apa? Sederet error yang dibuat Praveen dan Melati.

’’Waktu poin 11 (setelah interval, Red), banyak bola mati sendiri. Di poin 11 sampai 20, finishing-nya jelek. Mati sendiri di bola gampang, di poin kritis,’’ tutur Melati.

Praveen menjelaska­n, mereka juga merasa terbebani. ’’Lawan nothing to lose. Kami main di tempat sendiri dan jadi unggulan. Ya jadi beban,’’ kata Praveen. ’’Tidak apa kalau kami habis dalam turnamen level 500. Tujuan kami All England dan Olimpiade 2020. Di sini kami mendapat banyak pelajaran,’’ imbuhnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia