Tangan Gemetar saat Servis karena Istora Berisik
Thom Gicquel/Delphine Delrue, Debutan di Indonesia Masters 2020 yang Mencuri Perhatian
Thom Gicquel/Delphine Delrue tampil impresif di ajang Indonesia Masters 2020 yang berakhir kemarin. Percaya diri karena yakin berada di level yang sama dengan pemain unggulan.
SORAKAN penonton di Istora Senayan makin kencang saat shuttlecock dorongan dari Delphine Delrue keluar lapangan. Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti menyamakan kedudukan 18-18. Di game ketiga, game yang menentukan, babak perempat final turnamen Indonesia Masters 2020, Jumat (17/1)
Dukungan suporter tuan rumah memang ”meneror” Delrue dan partnernya, Thom Gicquel. Tapi, ganda campuran asal Prancis itu mampu melawan tekanan. Terutama di poin-poin kritis. Berusaha tidak tegang. Hasilnya, justru Praveen/Melati yang error tiga kali beruntun sehingga Gicquel/Delrue melaju ke babak semifinal.
”Sangat luar biasa bisa menang di sini. Kami bermain dengan penuh tekanan dari suporter,” ucap Gicquel selepas pertandingan. ”Mereka meneriaki kami tanpa henti,” lanjutnya.
Gicquel/Delrue memang tidak sepopuler ganda campuran dari negara lain seperti Tiongkok, Jepang, atau Korea. Bahkan dengan pasangan suami istri, Chris Adcock/Gabrielle Adcock, dari Inggris. Kiprah mereka belum banyak terdengar di rangkaian turnamenturnamen BWF sebelumnya.
Namun, siapa sangka pasangan peringkat ke-21 dunia itu sanggup menembus babak semifinal Indonesia Masters 2020. Mengalahkan dua pemain unggulan. Secara berturut-turut pula. Sebelum Praveen/ Melati, wakil tuan rumah yang menjadi unggulan kelima, Gicquel/Delrue menyingkirkan pasangan nomor tiga dunia Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai. Dua game langsung, 21-11, 21-16.
Sebelumnya, momen kemenangan perdana Gicquel/Delrue dicatatkan pada babak 32. Mereka mengungguli Wang Chi-lin/Cheng Chi-ya. Dalam dua pertemuan sebelumnya, Gicquel/Delrue selalu takluk oleh ganda campuran Taiwan itu.
Gicquel/Delrue sanggup bermain impresif di bawah tekanan fans fanatik di Istora Senayan yang terkenal berisik. Padahal, ini kali pertama mereka bermain di Jakarta. Tahun lalu mereka belum masuk kualifikasi.
Biasanya, pemain asing yang baru merasakan atmosfer Istora akan terganggu sehingga mudah hilang fokus. Tapi, Gicquel/Delrue bisa mengatasinya.
Delrue mengakui sensasi yang berbeda pada momen perdananya bermain di Istora. ”Tanganku sempat gemetar ketika akan melakukan servis. Keramaian Istora betulbetul menakutkan,” ujar dia, lantas tertawa. ”Tapi, di satu sisi kami yakin pada diri kami sendiri bahwa secara level kami setara dengan Jordan/Oktavianti,” ucap Gicquel.
Ya, keyakinan bahwa kemampuannya sejajar dengan pemain-pemain top ten dunia itulah yang membuat Gicquel/Delrue kuat untuk bersaing. Keyakinan itu bermula dari keberhasilan mereka mengatasi pasangan Jepang, Yuta Watanabe/Arisa Higashino. Tahun lalu di Denmark Open, mereka mampu mengalahkan ganda campuran peringkat keempat dunia itu lewat pertarungan rubber game, 21-19, 13-21, 21-19. Hasil tersebut kemudian melecut semangat Gicquel/Delrue untuk terus bersaing. ”Dari situ kami yakin bahwa kami sudah berada di level internasional. Bukan cuma tingkat Eropa,” kata Gicquel.
Perjalanan untuk menjadi seorang juara memang tidak selalu mulus. Tahun lalu, untuk turnamen level 500 ke atas, Gicquel/ Delrue belum bisa bersaing. Mereka menjadi partner sejak 2015. Tidak selalu bersama. Sebab, Federasi Bulu Tangkis Prancis masih sering mengutak-atik. Gicquel kadang bermain ganda putra atau ganda campuran, tetapi dengan partner yang berbeda. Begitu pula Delrue.
Gicquel/Delrue juga bersemangat untuk menjadi pebulu tangkis yang baik. Beberapa kali mereka dikirim untuk berlatih ke negara lain. Sebut saja Tiongkok, Denmark, dan Jerman. Semua demi menimba ilmu sebanyakbanyaknya. ”Cuma sekarang ini kami latihan di Prancis terus. Cukup banyak lapangan bagus, terutama di Paris,” jelas Gicquel.
Di Indonesia Masters 2020, perjalanan Gicquel/Delrue terhenti di semifinal. Mereka harus takluk dari ganda Tiongkok yang menjadi unggulan kedua, Wang Yilyu/Huang Dongping. Tidak ada raut kecewa meski gagal menjejak ke babak final. Gicquel/ Delrue kini menatap turnamen BWF berikutnya di Thailand yang dimulai besok (21/1).
Gicquel/Delrue menambah panjang pemain muda yang mampu mencuri perhatian pada turnamen BWF super series yang selalu dinantinantikan badminton lovers. Tahun lalu, misalnya, Anders Antonsen tiba-tiba melesat menjadi juara Indonesia Masters 2019 setelah mengalahkan pemain terbaik dunia Kento Momota. Atau, pemain Korea Selatan An Se-young yang baru berusia 17 tahun yang sukses menundukkan pemilik emas Olimpiade 2016 Carolina Marin di French Open.
Kini giliran Gicquel/Delrue yang masih berusia 21 tahun. Prospeknya cukup menjanjikan meski mereka berasal dari negara yang bukan menjadi kiblat bulu tangkis dunia. ”Ini hasil (di Indonesia Masters 2020) yang sangat bagus meski kami kalah. Kami main bagus dan optimistis bisa mengalahkan lawan, tapi mereka bisa menangkal semua pola main kami. Lapangan berangin memang jadi salah satu faktornya,” tutur Gicquel.
Pertama bermain di Indonesia menjadi pengalaman baru bagi Gicquel/Delrue. Meskipun, tidak banyak waktu untuk jalan-jalan karena padatnya jadwal latihan sebelum tanding. Tapi, tetap saja ada yang kurang jika tidak mencicipi kuliner khas negara yang dikunjunginya. ”Aku suka makanan Indonesia walau kadang-kadang terlalu pedas. Aku kemarin coba makan nasi goreng dan sate ayam. Enak,” ungkap Gicquel. ”Kalau aku, jujur kurang suka dengan masakan di sini,” tambah Delrue.