Jawa Pos

Penyelesai­an Seratus Hari Kerja Bukan Tergesa-gesa

RANCANGAN Undang-Undang (RUU) tentang Omnibus Law masuk dalam agenda superprior­itas Prolegnas 2020. Regulasi tersebut ditarget tuntas dalam seratus hari kerja. Realistisk­ah? Berikut wawancara wartawan Jawa Pos Umar Wirahadi dengan Wakil Ketua Badan Legisl

- ACHMAD BAIDOWI

Sejauh ini, apakah DPR sudah menerima draf naskah RUU Omnibus Law yang diusulkan pemerintah?

Sampai sekarang kami di DPR belum menerima draf RUU Omnibus law. Baik yang menyangkut RUU Cipta Lapangan Kerja maupun Perpajakan. Draf belum kami terima karena

Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 belum disahkan di rapat paripurna. Pengesahan masih sebatas di baleg.

Terkait target kapan diserahkan ke DPR, ya itu bergantung pemerintah. Saya prediksi akan diserahkan dalam waktu dekat ini. Tapi, alurnya, setelah prolegnas prioritas disahkan di paripurna, DPR mengirim surat pemberitah­uan ke pemerintah. Lalu pemerintah membalas surat DPR sekaligus menyerahka­n draf RUU yang mau dibahas.

Presiden Jokowi memasang target omnibus law tuntas dalam seratus hari kerja. Apakah itu realistis?

Pembahasan dalam seratus hari kerja bisa saja selesai. Sangat bergantung pada kesepahama­n dan komunikasi politik pemerintah dengan DPR. Omnibus law ini bukan menggabung­kan semua UU terkait. Tapi menyisir pasal-pasal yang berkaitan untuk diselarask­an agar tidak kontraprod­uktif satu dengan yang lain. Artinya, UU yang eksisting sebelumnya tidak mesti dicabut atau direvisi sehingga dimungkink­an tetap masih berlaku.

Apakah target tuntas seratus hari tidak tergesa-gesa?

Target seratus hari itu bukan berarti tergesa-gesa. Yang terpenting, dalam pembahasan regulasi, semua syarat dan rukunnya terpenuhi. Semua stakeholde­r terkait harus diajak bicara. Kaitannya dengan omnibus law adalah meminta masukan dari para pakar, unsur masyarakat, para pengusaha, hingga kelompok pekerja.

Jadi, pembahasan akan berlangsun­g transparan dengan melibatkan partisipas­i publik. Tentu publik yang dimaksud adalah mereka yang berkaitan dengan isu yang dibahas.

Selain terburu-buru, kesan yang timbul juga pembahasan omnibus law cenderung tertutup. Tanggapan Anda?

Tertutup apanya? Pembahasan kan memang belum dibuka. Bagaimana menilai pembahasan tertutup, sementara kami di DPR juga belum melakukan pembahasan. Draf RUU saja belum sampai ke DPR, kok sudah dinilai pembahasan­nya tertutup.

Apa kendala atau hambatan dalam pembahasan omnibus law nanti?

Dalam kebijakan selalu ada pro dan kontra. Itu lumrah di alam demokrasi. Termasuk dalam pembahasan omnibus law, mungkin ada saja penolakan dari sejumlah pihak. Tinggal bagaimana nanti kita mengajak diskusi terkait apa yang dipersoalk­an. Jika semua dikomunika­sikan dengan baik, persoalan yang mengganjal akan mudah teratasi. Kami sadari juga, setiap ketentuan peraturan tidak bisa memuaskan semua pihak.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia