Agar Prokasih Bukan Sekadar Slogan
SEPERTI biasa. Jika hari libur, saya biasakan gowes keliling Kecamatan Krian dan Balongbendo. Ada pemandangan yang terlihat berbeda. Sebagian besar desa yang saya lewati melakukan kerja bakti bersih-bersih lingkungan menjelang musim hujan. Ada perasaan bangga melihat mereka antusias dalam menjaga lingkungan. Di sekeliling sungai rerumputan dirapikan. Pinggir kali ditanami sayur-sayuran. Di sini tampak bahwa kesadaran masyarakat masih tinggi pada kebersihan lingkungan.
Pembangunan, secara garis besar, sudah dipahami masyarakat, sesuai program pemerintah. Program Sidoarjo Bersih dan Hijau (SBH) sudah merasuki sebagian masyarakat Kota Delta. Begitu pula Program Kali Bersih (Prokasih).
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan beberapa tempat yang sering kita lihat. Masih banyak sungai di Kota Delta yang penuh sampah. Akibatnya, terjadi pendangkalan sungai. Alirannya tidak lancar. Seolah sebagian masyarakat tak peduli pada lingkungan. Hal itu menimbulkan dampak yang luar biasa jika tidak ditangani dengan baik. Terutama saat musim hujan. Bisa menjadi penyebab banjir, pendangkalan sungai dan selokan, serta perkembangbiakan nyamuk penyebab demam berdarah. Juga diare, cacingan, dan penyakit kulit. Begitu pula, kebutuhan sumber mata air untuk pertanian dan air bersih untuk konsumsi akan terganggu.
Program sustainable development goals (SDGs) merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan melindungi lingkungan. SDGs berisi 17 tujuan dan 169 target yang diharapkan dapat dicapai pada 2030 (http:www. sdg2030indonesia.org).
Masyarakat dan pemuda milenial sudah peduli pada lingkungannya. Hasil survei Economic Forum oleh Kresnaya Yahya menyatakan bahwa kepedulian generasi milenial kepada lingkungan cukup tinggi. Mereka siap jadi sukarelawan untuk gerakan peduli lingkungan. Pemerintah daerah diharapkan lebih responsif menangkap peluang baik itu sebagai bagian dari gerakan mencapai tujuan SDGs tahun 2030.
Gerakan yang terus-menerus dan konsisten membutuhkan peran pemerintah untuk memfasilitasinya. Para pemimpin mendatang diharapkan bisa berpikir holistik. Mengaryakan sumber daya di daerah masingmasing. Kebijakan pemerintah daerah diperlukan agar gerakan Prokasih bisa masif, terstruktur, dan kontinu. Bukan ala kadarnya dan saat ada event. Setiap batas desa diwajibkan memasang jaring sampah di sungai. Selanjutnya, sampah dikumpulkan tiap desa dan diolah sesuai jenis sampah. Bisa didaur ulang, dijadikan pupuk, atau harus dimusnahkan lewat insinerator. Disediakan tempat penampungan sampah harian di tiap beberapa rumah. Ada petugas yang siap mengambil sampah untuk diolah. Sebagian desa sudah menjalankan program itu.
Kesadaran masyarakat mengelola sampah harus dipaksakan dengan kewajiban saling menegur dan mengingatkan sesama. Jika ada yang membuang sampah sembarangan, kenakan denda. Siapa pun itu. Denda akan dimasukkan kas desa. Selama ini ada peraturan denda, tapi belum serius dilaksanakan. Pengawasan langsung dilakukan masyarakat.
Kesadaran masyarakat yang sebagian besar sudah baik membutuhkan sikap pemerintah daerah dalam pengolahan sampah yang benar dan serius. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007 tentang Pengolahan Sampah telah menjabarkan kewajiban pemerintah dalam pengolahan sampah. Pemerintah daerah menggerakkan jajarannya di kecamatan dan kelurahan secara serempak untuk menangani sampah.
Pemerintah daerah bisa memaksimalkan anggaran pemerintah pusat tahun 2020 untuk penanganan ketahanan pangan, air, energi, dan lingkungan hidup. Lingkungan Sidoarjo bersih dan hijau. Zero waste bisa terwujud di seluruh pelosok desa. Gerakan Prokasih membutuhkan keseriusan dan langkah nyata semua jajaran pemerintah dan masyarakat.
*Praktisi kesehatan dan pendidikan di Stikes RS Anwar Medika