Sehari Tidur Enam Jam, Jadi Jujukan Bertanya
Berkembangnya virus korona akhirakhir ini membuat 20 dokter di RSUD dr Soetomo sibuk. Lewat kiprah Tim Pinere (Penyakit Infeksi Emerging dan Re-emerging), edukasi dan sosialisasi masif dilakukan.
MUNCUL pada akhir Januari 2020, korona menjadi epidemi yang mencuri perhatian global. Hingga kini belum ada vaksin yang ditemukan. Hal yang bisa dilakukan sekarang adalah pencegahan. Begitulah kalimat pembuka yang disampaikan Ketua Pelaksana Tim Pinere RSUD dr Soetomo dr Dr Soedarsono SpP(K) dalam satu seminar pada bulan lalu di ruang GDC RS.
Virus yang kali pertama muncul di Wuhan, Tiongkok, itu memang susah dideteksi. Dibutuhkan
setidaknya 7–14 hari untuk mengetahui paparannya. ”Kami melihat masyarakat heboh. Beberapa menanggapinya berlebihan,” ungkap dia saat dijumpai di ruang isolasi rumah sakit tersebut kemarin (3/3)
Salah satu pandangan yang berkembang ialah soal paparan lewat benda. Belum lagi hoaks yang menjamur. ”Tugas kami berupaya meluruskan semua itu,” tambahnya.
Tim yang beranggota 20-an dokter spesialis itu semakin sibuk saat ini. Terutama ketika sudah dikonfirmasi dua orang positif korona di Depok. ”Dalam sehari kami hanya tidur enam jam. Dihujani pertanyaan terusmenerus oleh masyarakat. Pihak dinas kesehatan juga bertanya soal penanganan atau pencegahan,” kata Ketua Tim Siaga Korona
RSUD dr Soetomo itu.
Bagi dia, ketakutan itu wajarwajar saja. Sebab, belum diketahui secara pasti bagaimana sebenarnya persebaran virus tersebut. Di bagian lain, kajian soal korona belum banyak. ”Penyebabnya masih abu-abu. Apakah murni dari hewan atau human-to-human,” ujarnya.
Soedarsono menerangkan, dibutuhkan waktu untuk mengetahui secara detail soal Covid-19 tersebut. Meski begitu, berpangku tangan adalah hal yang tidak boleh dilakukan.
Sejak Januari–Februari, edukasi kepada publik terus dilakukan Tim Pinere. Memang baru sekadar presentasi soal temuan terbaru dari virus tersebut. ”Tapi, setidaknya kami bergerak. Bukan hanya ke internal lho,” tutur dia.
Soedarsono bersama tim rajin membawakan materi ke luar kota. Mereka bersosialisasi secara mandiri. ”Ini bukan arahan dari siapa pun. Murni karena panggilan hati,” kata dokter spesialis paru tersebut. Sasarannya melingkupi seluruh elemen. ”Mulai komunitas hingga masyarakat lokal,” ujar dia.
Anggota tim pun berbagi tugas dan menyebar ke seluruh Jatim. ”Sudah kami lakukan seperti ini sejak 2009. Ketika MERS CoV dan SARS CoV merebak,” tambahnya.
Dulu memang tidak seheboh korona. Tapi, angka fatalitas dua virus itu sangat tinggi. Mencapai 34 persen dan 9,6 persen. Dengan kata lain, kematian pasien yang terkena MERS CoV atau SARS CoV lebih tinggi. ”Tantangan terberat saat ini ialah memberikan pemahaman kepada masyarakat yang heboh ini,” tutur alumnus FK Universitas Airlangga itu.
Sebagai dokter spesialis, Soedarsono dan tim menjadi rujukan bertanya. Tidak sekadar oleh masyarakat, tapi juga rumah sakit di Jawa Timur. Pertanyaan yang simpel sampai rumit sudah menjadi makanan sehari-hari.
”Ada beberapa yang nyeleneh juga,” katanya.
Ada satu momen ketika warga bertanya soal mengapa korona tidak terjadi di Indonesia. Padahal, keadaan di Wuhan itu persis dengan di Manado. ”Ya begitubegitu lah pertanyaannya. Kadang kami ketawa juga,” tambah dia.
Di bagian lain, perbincangan di aplikasi WhatsApp juga paling menarik. Tim Pinere bisa ditanyai puluhan pertanyaan soal korona. Soedarsono menerangkan, tim juga berkontribusi membuat presentasi yang dibawa ke kongres internasional. ”Korona masih dikaji. Sebelumnya, sudah ada pembahasan soal MERS dan SARS,” katanya.
Kajian-kajian itu dipakai untuk menangani masalah lintas negara. ”Tim ahli dibawa ke sana untuk mempelajari persebaran virus di negara lain,” ungkap dia. Banyak ilmu yang didapat. ”Kajian yang menarik membuat pemahaman kami bertambah,” tambah dokter spesialis paru RSUD dr Soetomo dr Dr Resti Yudhawati SpP (K).
Salah satu anggota tim Pinere itu menjelaskan, persoalan virus korona menjadikannya lebih banyak belajar. ”Saya pun mengedukasi warga dengan membuka seminar mandiri,” tuturnya.
Warga pun harus peka. Itulah misi personal yang dibawanya. Terutama ke pendalaman epidemologi. Mengetahui riwayat bepergian ke suatu tempat atau penyakit seseorang bisa mencegah korona menjangkiti seseorang. Meski begitu, Resti berharap tidak boleh bersikap diskriminatif. Soal positif atau negatif, sudah ada tim medis yang menanganinya.
Kiprah Tim Pinere dalam menangani penyakit infeksi emergingdan re-emerging memang tidak bisa diukur berdasar standar kaku. Namun yang pasti, selain menjalankan misi sebagai dokter rumah sakit, pembentukan tim tersebut dilatarbelakangi panggilan hati. Itulah kemanusiaan.