Usulkan Pengguna Tumbler Bisa Gratis
SURABAYA, Jawa Pos – Humas Pemkot Surabaya merilis data botol plastik hasil penukaran tiket Suroboyo Bus. Terkumpul 74,5 ton yang sebagian sudah laku Rp 150 juta (39 ton). Namun, salah satu upaya pemkot dalam memerangi penggunaan botol plastik itu dinilai kurang tepat sasaran oleh anggota Badan Anggaran Herlina Harsono Njoto.
Politikus Demokrat tersebut menilai pembayaran dengan menggunakan sampah botol plastik justru membuat masyarakat semakin konsumtif. Untuk bisa naik bus, mereka harus membeli air mineral lebih dulu. ’’Ini kontra produktif. Kita ingin meminimalkan sampah plastik, tapi malah beli,’’ katanya.
Satu-satunya cara untuk bisa naik bus itu memang menggunakan botol plastik. Uang tunai yang dimiliki calon penumpang tidak berlaku. Hal tersebut terjadi karena dinas perhubungan yang mengelola bus itu tidak boleh menarik uang ke penumpang.
Jika ingin menarik uang, pemkot harus membuat badan usaha khusus yang menjadi operator bus tersebut. Bisa juga dengan menyerahkan pengelolaannya ke BUMN seperti DAMRI atau pihak swasta.
Herlina mengusulkan agar pengguna tumbler bisa naik bus gratis. Hal tersebut dinilai lebih efektif. Pertama, penggunaan air minum dalam kemasan (AMDK) bisa diturunkan. Kedua, warga yang sudah mengubah perilakunya lebih ramah lingkungan mendapat apresiasi dengan naik Suroboyo Bus secara cuma-cuma.
’’Soal aturan teknis tumbler harus bagaimana, itu bisa diatur,’’ kata Ketua Fraksi Demokrat-Nasdem DRPD Surabaya tersebut. Pemkot bisa menyediakan tumbler khusus bagi para penumpang Suroboyo Bus. Untuk mendapatkan tumbler itu, warga bisa menukarkan sampah botol plastik. Namun, botol itu bisa digunakan untuk naik bus sepuasnya.
Botol khusus tersebut bisa juga diberikan secara cuma-cuma kepada siapa pun yang mau berkomitmen tidak menggunakan AMDK atau bisa juga dibebaskan. Selama membawa tumbler dalam jenis apa pun, mereka boleh masuk. ’’Caranya banyak. Biar bus itu tidak ramai saat akhir pekan atau hari libur saja. Sebab, kalau hari biasa, saya sering lihat bus itu isinya bisa dihitung menggunakan jari,’’ ujar mantan ketua Komisi A DPRD Surabaya itu.
DPRD Surabaya memulai kebijakan tanpa AMDK dalam setiap rapat. Ada galon dan gelas kertas di setiap ruangan fraksi serta komisi. Setiap anggota dewan juga disarankan membawa botol air minum sendiri. ’’Itu efektif. Biasanya sehari bisa habis ratusan botol. Sekarang tidak sama sekali,’’ katanya.