Pukulan Terbesar Industri Travel sejak Insiden 11 September
Ketakutan melanda saat penularan Covid-19 tidak terbendung. Ibadah dan wisata keliling dunia bukan lagi pilihan. Sebab, jika terinfeksi, mereka bisa berangkat tapi tak bisa pulang.
HAZRAT Masumeh sepi. Tak ada orang yang berlalu-lalang di salah satu situs suci Syiah di Kota Qom, Iran, itu. Padahal, sebelum Covid-19 menjangkiti Iran, tempat yang terkenal akan kubah emasnya itu selalu ramai dengan jamaah dari berbagai negara.
Hazrat Masumeh bukan satu-satunya yang kehilangan pengunjung. Berdasar foto udara yang dirilis Maxar, tempat-tempat lain di penjuru dunia mengalami hal serupa. Salah satunya Masjidilharam di Makkah, Arab Saudi.
Perusahaan teknologi asal Colorado, AS, itu membandingkan foto Kakbah yang diambil pada 14 Februari dan 3 Maret. Di foto pertama tampak jamaah yang memenuhi sekeliling Kakbah. Namun, di foto kedua jumlahnya lebih kecil. Sebab, Saudi sudah menghentikan sementara penerimaan jamaah umrah. Yang boleh beribadah saat ini hanyalah penduduk lokal setempat. Karena itu, jumlah mereka tak banyak.
Rabu (4/3) Saudi bahkan menutup total Masjidilharam di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Mereka melakukan sterilisasi. Dua tempat suci umat Islam itu baru dibuka kemarin (6/3) untuk penduduk setempat.
”Penutupan dua area itu tidak pernah terjadi sebelumnya,” ujar salah seorang pejabat Saudi seperti dikutip Agence FrancePresse. Hingga saat ini belum ada keputusan apakah Saudi akan menghentikan atau melaksanakan ritual ibadah haji tahun ini. Tahun lalu 2,5 juta orang datang ke Saudi untuk melaksanakan rukun Islam yang terakhir tersebut.
Bukan hanya gambar udara, foto-foto yang diambil oleh fotografer di berbagai belahan dunia juga menunjukkan betapa besarnya dampak virus korona itu pada industri penerbangan dan pariwisata. Venice yang dulu dipadati turis hingga penduduknya terusik kini menjadi seperti tanpa penghuni. Hampir tak ada pengunjung di restoran-restoran yang berada di St Mark’s Square.
Di Piazza del Duomo, Milan, Italia, kini jumlah burung merpati jauh lebih banyak daripada jumlah turis. Jangan ditanya kondisi Kota Wuhan, Tiongkok. Ia bak kota mati. Bandara Hongkong dan Beijing juga sepi. Hanya satu dua orang yang berlalu-lalang. Itu adalah imbas banyaknya maskapai yang menghentikan penerbangan dari dan ke Tiongkok.
”Ini mungkin pukulan terbesar yang pernah kami lihat dalam industri travel global sejak serangan 11 September,” ujar Presiden Atmosphere Research Group Henry Harteveldt.
Banyak wisatawan yang membatalkan pesanan hotel maupun maskapai ke tempattempat yang terjadi penularan korona. Di Italia yang merupakan hot spot persebaran virus wilayah Eropa terjadi penurunan pemesanan hotel hingga lebih dari 50 persen.
Jepang menghadapi masalah serupa. Tempat-tempat wisata di Negeri Sakura itu hanya dikunjungi beberapa orang. Kereta khusus turis dari Hakone ke Shinjuku masih beroperasi, tapi mayoritas kursinya kosong.
Maskapai-maskapai besar pun harus mengandangkan armadanya. Lufthansa misalnya. Mereka terpaksa menghentikan operasional 150 pesawat. Cathay Pacific mengurangi 75 persen penerbangannya. United Airlines mengurangi penerbangan internasional hingga 20 persen. Sangat mungkin kian turun hingga Mei nanti.
CEO International Air Transport Association (IATA) Alexandre de Juniac mengungkapkan bahwa dampak virus korona pada lalu lintas udara yang mereka alami Januari lalu hanyalah pucuk gunung es. ”Meski demikian, itu sudah cukup untuk menjadi penyebab pertumbuhan lalu lintas udara terendah dalam hampir satu dekade terakhir,” tegasnya.