Guru Penggerak; Kini dan Nanti
MENDIKBUD Nadiem Makarim melakukan aneka revolusi dalam dunia pendidikan. Salah satunya meluncurkan program Guru Penggerak. Guru penggerak adalah mereka yang mengutamakan kepentingan murid dalam belajar, bahkan melebihi karirnya sendiri. Guru penggerak memiliki inisiatif tinggi untuk melakukan tindakantindakan tanpa perlu disuruh.
Program itu layak diapresiasi. Namun, perlu digarisbawahi, jangan sampai tugas utama sebagai guru terabaikan. Jadi, program tersebut seyogianya dilaksanakan pada hari libur. Dengan begitu, kewajiban tetap dapat ditunaikan sembari menggerakkan perubahan.
Guru penggerak bisa juga diartikan sebagai agen perubahan. Tentu menjadi pekerjaan rumah bagi Kemendikbud untuk memberikan regulasi dan kebijakan yang mampu memberikan ruang gerak bagi mereka.
Guru penggerak diharapkan muncul di semua sekolah maupun universitas. Dengan adanya program tersebut, jumlah sekolah di Indonesia diharapkan meningkat menjadi 250–300 ribu sekolah dalam lima tahun. Tentu tidak mudah. Perlu kerja sama dan gotong royong semua elemen. Mulai pemerintah, sekolah, orang tua peserta didik, hingga masyarakat (lembaga swadaya masyarakat).
Jadi, akan tercipta penggerak dari semua elemen. Ada kepala sekolah penggerak, guru penggerak, orang tua penggerak, dan masyarakat penggerak. Jika semua elemen tersebut kompak dan bersatu, harapan untuk mewujudkan ’’Indonesia 2030’’ yang makmur dan sejahtera niscaya akan terwujud.
Dalam konsep guru penggerak, setidaknya ada dua elemen penggerak, yaitu organisasi dan relawan. Dua elemen tersebut mulai kini dan nanti menjadi ujung tombak konsep guru penggerak.
Pengamat pendidikan Indra Charismiadji pernah menyampaikan harapan tentang guru penggerak ini. Setidaknya akan muncul dua tipe guru penggerak, yaitu innovator dan early adopters.
Dasar teori guru penggerak merujuk pada Everett M. Rogers dalam teori difusi inovasi yang dipublikasikan pada 1962. Ahli teori komunikasi dan sosiologi terkemuka dari Amerika itu membagi klasifikasi manusia menjadi lima tipe. Masing-masing innovators, early adopters, early majority, late majority, dan laggards.
Tipe innovators (2,5 persen) adalah orang pertama yang ingin mencoba inovasi baru. Mereka sangat bersedia mengambil risiko. Biasanya memiliki kelas sosial tertinggi. Memiliki kejernihan finansial yang besar. Sering kali pertama mengembangkan ide-ide baru. Memiliki kontak paling dekat dengan sumbersumber ilmiah dan mampu berinteraksi dengan inovator lain.
Tipe kedua ialah early adopters (13,5 persen). Yaitu, orang kategori tercepat kedua untuk mengadopsi inovasi. Tipe tersebut memiliki tingkat pengaruh yang tinggi di banyak bidang. Tipe ketiga early majority (34 persen). Early majority adalah kategori individu yang membuat keputusan untuk mengadopsi inovasi setelah periode yang relatif lebih lama daripada innovators dan early adopters. Tipe tersebut biasanya memiliki status sosial di atas rata-rata. Sering berinteraksi dengan early adopters, tetapi jarang dalam posisi memimpin pendapat dalam sistem sosial.
Berikutnya tipe keempat, yaitu late majority (34 persen). Late majority sering membuat keputusan untuk mengadopsi inovasi setelah yang lain mengadopsinya. Tipe tersebut biasanya memiliki status sosial ekonomi yang lebih rendah. Tingkat finansialnya tidak tinggi. Pengaruhnya sangat sedikit terhadap opini lingkungan.
Tipe kelima adalah laggards (16 persen). Laggards merupakan kategori individu terakhir mengadopsi inovasi. Jumlahnya sangat sedikit. Tidak memiliki pengaruh terhadap opini lingkungan. Lebih banyak berinteraksi dengan orangorang yang berpikiran tradisional dan biasanya lebih tua. Tipe itu cenderung menolak berubah dengan selalu mengaitkan kejayaan di masa lampau sebagai rujukan.
Harapannya, program guru penggerak yang kekinian adalah menjadi motor penggerak perubahan pendidikan di Indonesia yang semula konvensional menjadi pendidikan 4.0.
HERI YUDIANTO*
Wakil Sekretaris Gerakan Budaya Literasi Menuju Sidoarjo Gemar Membaca dan Menulis (GBL to SGM2)
Guru, dosen, pendidik, dan para profesional lain yang ingin mengeksplorasi gagasan dipersilakan mengirim tulisan lewat
educatorclub.jp@gmail.com