Jalan Aspal hingga ke Pelosok
Infrastruktur adalah modal penting bagi sebuah daerah untuk bisa berkembang. Tidak terkecuali Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara. Dua daerah tersebut masih terus membangun untuk memastikan wilayahnya bisa menyesuaikan diri dengan ibu kota negara ba
MENGUNJUNGI Tenggarong, ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara, ibarat mengunjungi kota-kota di dunia yang berbasis sungai. Infrastruktur dibangun mengikuti alur sungai. Jalan yang mulus di tepi Sungai Mahakam menunjukkan bahwa infrastruktur dasar sudah cukup terpenuhi di wilayah utama kabupaten itu. Meskipun, diakui bahwa di sejumlah titik di pelosok kabupaten masih tertinggal.
Pembangunan kembali jembatan Kutai Kartanegara, juga Stadion Aji Imbut, adalah salah satu contoh infrastruktur besar yang ada di Kukar. Belum termasuk jaringan jalan trans-Kalimantan maupun trans-Kukar yang melintasi kabupaten itu. Jalan poros Balikpapan–Samarinda, misalnya, cukup nyaman untuk dilewati.
Bupati Kukar Edi menuturkan, memang diperlukan waktu untuk memenuhi seluruh kebutuhan infrastruktur di Kukar. Sebab, kondisi keuangan kabupaten tersebut saat ini tidak sebaik dulu. ’’Sejak tahun lalu, sudah banyak jalan kecamatan yang kita aspal,’’ terangnya. Lantaran, biayanya lebih murah daripada jalan cor.
Sebelumnya, cukup banyak jalan di Kukar yang dicor. Namun, risikonya saat itu, pembangunan jalan tidak bisa merata karena biaya pembuatan jalan cor jauh lebih mahal ketimbang aspal. Sejak tahun lalu, pembangunan jalan beraspal digencarkan di kawasan yang struktur tanahnya cukup kuat. Juga, bisa menjangkau pelosok, termasuk jalan usaha tani dan objek wisata.
Begitu pula dengan akses listrik. Kukar memiliki 193 desa dan 44 kelurahan. Sebanyak 27 desa di antaranya menggunakan listrik pedesaan. Separonya tergolong kawasan terpencil. Dalam arti, kawasan yang tidak mungkin dijangkau PLN. ’’Karena desanya berada di sekitar danau,’’ lanjutnya. Kebutuhan listrik desadesa tersebut menjadi tanggung jawab kabupaten.
Dulu desa-desa itu menggunakan genset untuk memenuhi kebutuhan listrik. ’’Karena sekarang solar mahal, pendekatannya kami geser ke PLTS (pembangkit listrik tenaga surya). Target saya sampai 2022 rampung,’’ tuturnya.
Pihaknya juga memetakan desa-desa yang listriknya tidak bisa tersedia sepanjang hari. Dalam arti, hanya tersedia mulai pukul 18.00–00.00. Pihaknya sudah mendorong PLN untuk menangani desa-desa tersebut. Agar masyarakat bisa menikmati listrik sepanjang hari.
Mengenai infrastruktur komunikasi, Edi menyebut masih ada 7–8 desa yang sinyalnya hanya ada di titik tertentu. Pihaknya sudah berkomunikasi dengan perusahaan telekomunikasi. Agar pembangunan tower dilakukan berbasis kemampuan jangkauan. ’’Karena kalau dia membangun tower di desa, kan tidak hanya desa itu yang dilayani,’’ tambahnya.
Pembangunan infrastruktur bakal terus berlanjut ke depan. Dengan sebagian wilayah diambil alih pemerintah pusat menjadi IKN, pihaknya bisa fokus membangun kawasan penyangga. Memenuhi kebutuhan infrastruktur dasar secara merata bagi masyarakat Kutai Kartanegara.