Momentum Benahi Tata Niaga
WABAH virus korona yang tidak bisa dihindari berdampak pada ekonomi nasional. Dari data yang kami himpun, ada dua hal yang terkena imbas paling besar
Yaitu, sektor pariwisata dan ketersediaan bahan baku impor.
Yang tidak kalah penting untuk diwaspadai adalah dampak terhadap stabilitas bahan pokok mengingat wabah korona tampaknya akan terjadi dalam waktu yang panjang. Kondisi krisis seperti itu menjadi alert sekaligus titik poin yang tepat untuk membenahi tata niaga dan produksi secara menyeluruh.
Dari sisi bahan pokok, terkait dengan produksi beras, misalnya. Jika dibandingkan dengan negara tetangga di Asia Tenggara, produksi beras di Indonesia kurang efisien.
Efisiensi bisa dimulai dari harga sewa lahan yang tinggi. Kita juga mempunyai problem untuk mendorong milenial menjadi petani. Saatinijumlahpetaniterusberkurang.
Selanjutnya, dari sisi distribusi. Itu juga patut dibenahi. Tata niaga yang lebih terbuka dan transparan harus menjadi perhatian. Dalam kegiatan impor, kami berharap pemerintah lebih terbuka. Kami juga sempat mengusulkan mengganti sistem kuota menjadi sistem bertarif. Alasannya, sistem kuota saat ini terlalu menghabiskan waktu untuk perizinan.
Untuk impor, pengusaha harus memproses izin rencana impor produk hortikultura (RIPH) dari
Kementerian Pertanian. Setelah itu, pengusaha harus kembali mengurus surat perizinan impor (SPI) di Kementerian Perdagangan. Proses izin itu pun penuh dengan ketidakpastian sehingga berdampak pada pelaku usaha dan konsumen.
Sistem yang lebih terbuka memungkinkan para pengusaha bersaing secara sehat. Potensi tercipta para pengusaha baru juga semakin tinggi. Cita-cita pemerintah untuk menaikkan kelas pengusaha pun semakin besar. Kami berharap harga di pasar disesuaikan dengan mekanisme di lapangan. Pemerintah diminta tidak campur tangan dalam menentukan besaran barang di pasar.