Normalisasi Dampak Kebocoran Kurang 10 Persen
SURABAYA, Jawa Pos – Banyak area yang belum teraliri air PDAM meski pipa berdiameter 1.000 milimeter di Purimas, Gunung Anyar, bisa diperbaiki pada Minggu (8/3). Warga yang merasa belum mendapatkan air diharapkan melapor ke PDAM.
Ada lebih dari seratus warga yang melapor ke akun Instagram PDAM hingga tadi malam. Oleh admin, warga yang belum mendapatkan air disarankan membuka keran agar udara bisa keluar.
Dirut PDAM Mujiaman Sukirno mengetahui soal itu. Dia meminta petugas menghapus saran tersebut. Sebab, upaya itu dinilai tidak menyelesaikan masalah. ’’Solusinya adalah warga lapor. Nah, dari laporan itu, petugas harus datang untuk melakukan washout,’’ kata Mujiaman kemarin (9/3)
J
Ada 150 ribu pelanggan yang terkena dampak kebocoran pipa tersebut. Paling banyak di wilayah Surabaya Timur. Sebagian pelanggan di selatan dan utara juga turut terdampak. Para pelanggan tersebar di Menanggal, Pagesangan, Ketintang, korem, Siwalankerto, Jemursari, Pondok Tjandra, Gunung Anyar, Purimas, Rungkut, Pandugo, Kedung Baruk, Mulyosari, Semampir, Kenjeran, Kedung Cowek, Tambak Wedi, Tanah Kali Kedinding, Nambangan, Medokan Ayu, Wonorejo, dan sekitarnya.
Mujiaman menyebutkan, normalisasi sudah mencapai 90 persen. Nah, 10 persennya diduga belum mengalir karena ada udara yang terjebak pada pipa. ’’Ada istilah leher angsa. Karena ada udara yang terjebak di titik itu, air tidak bisa mengalir,’’ ujarnya.
Proses washout akan dilakukan pada pipa di area yang lebih rendah daripada lokasi yang belum teraliri air. Saat air dibuang ke drainase kota, udara yang terjebak itu bakal ikut terbawa. ’’Jadi, justru salah kalau pelanggan diminta membuka keran airnya. Sampai tujuh turunan, air tidak akan mengalir,’’ tegas alumnus Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tersebut.
Warga memang boleh melapor ke medsos PDAM. Namun, Mujiaman menyarankan agar warga langsung melapor ke call center atau WhatsApp PDAM (lihat grafis).
Ketua Fraksi Demokrat-Nasdem DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto ikut tidak kebagian air saat pipa utama itu bocor. Untungnya, air di tempat tinggalnya di Medokan Semampir mulai mengalir tadi malam. ’’Tapi, kecil. Di beberapa wilayah, saya pantau ada yang memang belum mengalir,’’ jelas anggota komisi D tersebut.
Herlina menilai persoalan kebocoran pipa sudah berkali-kali terjadi. Namun, menurut dia, kali ini yang terparah. Kejadian itu mendorongnya mengusulkan revisi Perda Nomor 5 Tahun 2017 tentang Utilitas. Dalam perda tersebut, semua kesalahan akibat proyek pembangunan dibebankan ke PDAM. Pihak kontraktor yang melakukan penggalian tanah, baik untuk bangunan maupun saluran, tidak bisa disalahkan. ’’Seharusnya ada sanksi bagi perusak utilitas agar tidak seenaknya sendiri kalau bangun,’’ tegasnya.
Koordinasi dengan pemkot juga sangat diperlukan. Terutama terkait dengan proyek galian. Herlina yakin pemkot memiliki data utilitas yang tertanam di bawah tanah. Dengan begitu, penggalian dengan menggunakan alat berat bisa lebih terkontrol.
Mujiaman menuturkan, pihaknya siap diajak berkoordinasi dengan kontraktor yang melakukan penggalian. Sudah ada teknologi yang mampu mendeteksi keberadaan pipa bawah tanah. ’’Kami sudah memiliki pipe locator,’’ ungkap Mujiaman.