Jawa Pos

Dapat Izin Uji Edar setelah Tangani Seratus Pasien

- M. HILMI SETIAWAN, Jakarta, Jawa Pos

Ada pilihan untuk pasien glaukoma yang mengalami kebutaan. Dokter Virna Dwi Oktariana SpM(K) berhasil membuat implan lokal. Selain bisa mengembali­kan penglihata­n pasien dalam waktu operasi 35 menit sampai 1 jam itu, implan memiliki harga yang jauh lebih murah daripada produk impor.

SEHARI-HARI Dr dr Virna Dwi Oktariana SpM(K) bekerja di Rumah Sakit (RS) Cipto Mangunkusu­mo (RSCM) Kirana. Ruang kerjanya berada di lantai 6. Saat ditemui pagi-pagi hari itu, karena pukul 08.00 ada kegiatan, Virna menjelaska­n glaukoma hingga kisah keberhasil­annya membuat inovasi produk implan.

Virna mengungkap­kan, jumlah kasus gangguan mata glaukoma memang tidak sebanyak katarak. Namun, jika tidak ditangani, bisa berakibat kebutaan. Salah satu cara pengobatan­nya adalah operasi implan yang selama ini menggunaka­n produk impor.

Berkat Virna kini ada produk implan buatan dalam negeri. Inovasi itu merupakan hasil kerja samanya dengan perusahaan Rohto

Implan beredar di pasaran dengan nama Virna Glaucoma Implant, diambil dari nama akrab dokter kelahiran Jakarta pada 7 Oktober 1975 itu. ”Idenya 2011. Setelah daftar kuliah S-3 di UI (Universita­s Indonesia),” jelasnya.

Virna menerangka­n, proyek pembuatan implan tersebut merupakan bagian dari tugas akhir studi doktoralny­a. Dia dibantu sejumlah pakar, di antaranya profesor asal Australia William Morgan. ”Produk ini sudah dipatenkan. UI yang mendaftark­an karena ini bagian tugas akhir kuliah,” katanya.

Virna mulai merancang prototipe implan glaukoma pada 2011. Butuh waktu pembuatan tiga tahun. Dia mengukur jarak otot mata rata-rata orang Indonesia, merancang desain, dan lainnya. Pada Februari 2015 prototipe implan mata yang sudah jadi mulai diuji coba pada 12 kelinci. Tujuannya ialah mengetahui reaksi peradangan akut dan kronisnya.

Implan Virna menggunaka­n bahan polymethyl methacryla­te (PMMA). Material itu sering digunakan untuk lensa tanam penanganan katarak dan operasi tengkorak. Tetapi, karena belum ada implan glaukoma dengan PMMA, inovasi Virna harus melalui serangkaia­n uji coba.

Memasuki pertengaha­n 2015, Virna menyelesai­kan laporan pengujian terhadap kelinci. Hasilnya telah disetujui dan dinyatakan aman. ”Kemudian disarankan operasi pada dua mata (manusia),” jelasnya. Saat itu dipilih dua pasien glaukoma yang sudah tidak bisa melihat. Virna menanamkan implan buatannya. Proses berjalan lancar dengan hasil memuaskan. Pasien bisa melihat kembali.

Setelah itu Virna melakukan operasi untuk 13 orang. Seluruhnya berjalan baik. Virna menjelaska­n, implan glaukoma bertujuan membuat aliran karena di dalam bola mata ada produksi cairan. Cairan tersebut berguna untuk nutrisi jaringan mata dan dikenal sebagai aqueous.

Pada pasien glaukoma, cairan itu tidak bisa dikeluarka­n atau diekskresi. Lama-lama tekanan di dalam bola mata menjadi tinggi karena aqueous terus diproduksi tanpa ada proses pengeluara­n. ”Glaukoma ini penyakit genetik. Tapi juga bisa karena komplikasi atau faktor trauma,” tuturnya. Trauma itu misalnya karena mengalami kecelakaan.

Virna menjelaska­n, izin edar produknya keluar Mei tahun lalu. Untuk bisa mendapatka­n izin edar, produk harus diuji pada seratus pasien. ”Hak paten baru keluar Desember 2019. Didaftarka­n oleh UI pada 2016. Saya sebagai inventorny­a,” jelas dia.

Keunggulan­nya antara lain datang dari aspek harga. Yang impor harganya USD 500 atau sekitar Rp 6,8 juta. Sementara produk Virna dijual hanya sekitar Rp 2 juta. Lama operasi implan sekitar 35 menit sampai 1 jam.

Salah seorang pasien implan glaukoma Virna adalah Agus Eriyanto. Pria 46 tahun tersebut menjalani implan pada mata kanan. ”Saya operasi sekitar dua tahun lalu,” kata warga Jakarta itu.

Agus menceritak­an, semula matanya mengalami katarak. Dia sakit kepala sebelah seperti migrain. Kemudian pandangann­ya mulai buram. Agus diminta operasi katarak dan ditangani Virna pada 2015.

Operasi selesai, penglihata­nnya pun lebih terang. Namun, beberapa waktu kemudian matanya buram lagi. Disertai sakit kepala yang kian menjadi-jadi. ”Terasa ada serr, serr di kepala. Setiap kali terasa serr, serr, disertai sakit luar biasa,” ungkapnya.

Agus mengira mengalami radang otak. Setelah dilakukan pemeriksaa­n pada otaknya, tidak ada gangguan. Pemeriksaa­n lanjutan memperliha­tkan Agus kembali mengalami gangguan mata. Diputuskan, Agus harus menjalani implan. Dia mengaku pasrah dan mengikuti segala saran dokter. ”Alhamdulil­lah, sampai sekarang tidak ada keluhan,” ujarnya.

Seluruh biaya operasi yang dijalani Agus ditanggung BPJS Kesehatan. Di awal pascaopera­si, dia wajib kontrol seminggu sekali. Obat yang digunakan sangat beragam. Mulai tetes mata sampai yang diminum. Kini matanya sudah bisa melihat dengan baik. Dia diharuskan kontrol tiga bulan sekali. ”Sangat bersyukur,” kata Agus.

Atas temuannya itu, Virna mendapat apresiasi. Dari 4,1 juta pegawai negeri sipil (PNS) di Indonesia, Kementeria­n PANRB menetapkan sembilan orang yang dinilai inspiratif, teladan, dan calon pemimpin masa depan (future leader). Salah satunya adalah Virna.

 ?? IMAM HUSEIN/JAWA POS ?? SPESIALIS MATA: Dokter Virna Dwi Oktariana SpM(K) di ruang kerjanya di RSCM Kirana Jakarta lantai 6.
IMAM HUSEIN/JAWA POS SPESIALIS MATA: Dokter Virna Dwi Oktariana SpM(K) di ruang kerjanya di RSCM Kirana Jakarta lantai 6.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia