Kunjungi Athena Memeriksa Kamp Pencari Suaka
BRUSSEL, Jawa Pos – Yunani harus bersiap menerima omelan dari Uni Eropa (UE). Para pemimpin negara UE sedang menuju Athena untuk membahas krisis pengungsi di perbatasan. Namun, sebelum menginjakkan kaki di Negeri Para Dewa, mereka disuguhi berita tidak mengenakkan. Yaitu, telah terjadi kekerasan fisik di kamp detensi para pengungsi di Yunani.
”Salah satu yang ingin saya ketahui lebih jauh adalah tempat detensi sementara yang mereka (Yunani, Red) buat,” ujar Komisioner UE untuk Urusan Dalam Negeri Ylva Johansson seperti dikutip The Guardian. Dia menegaskan, bukan masalah jika Yunani memiliki tempat detensi sementara. Tapi, memukuli pengungsi adalah hal terlarang.
Isu pemukulan itu diungkap New York Times Selasa (10/3). Disebutkan, ada area tertentu di wilayah timur laut Yunani yang digunakan untuk menahan para pengungsi. Di tempat itu, mereka dipukuli dan tidak mendapatkan bantuan hukum. Alih-alih pengajuan suakanya diterima, para pengungsi tersebut justru dideportasi kembali ke Turki.
Yunani memang seperti makan buah simalakama sejak Turki membuka keran pengungsi Syria ke Eropa. Mereka yang pertama kebanjiran. Negara yang dipimpin PM Kyriakos Mitsotakis itu tak bisa menerima aliran pengungsi dengan tangan terbuka. Sebab, Yunani tergolong negara miskin di Eropa. Perekonomiannya masih karut-marut. Sedangkan untuk menampung pengungsi, meski hanya sementara, dibutuhkan biaya besar. Menolak para pengungsi itu secara terang-terangan juga tidak bisa. Padahal, saat ini sudah ada 50 ribu pengungsi di negara itu.
Awal bulan ini Yunani sudah menyatakan bahwa pihaknya menghentikan sementara penerimaan aplikasi suaka selama satu bulan. Langkah tersebut bertentangan dengan Konvensi Jenewa dan aturan hukum di Eropa. Badan Pengungsi PBB menyebut langkah Yunani tidak memiliki dasar hukum.
Namun, komisi pengungsi Eropa yang juga digawangi Johansson tak bisa berbuat banyak dan berkata butuh waktu untuk melihat situasi di lapangan. Meski, di pihak lain, dia juga tidak setuju dengan Yunani.
Aliran pengungsi itu terjadi setelah Turki berang karena Eropa tidak membantunya dalam perang di Syria. Eropa tutup mata dan telinga ketika rezim Presiden Bashar Al Assad menggempur wilayah oposisi. Imbasnya, pengungsi membanjiri perbatasan Turki. Karena kesal, Turki membuka perbatasannya dengan Eropa sehingga para pengungsi itu mengalir ke Yunani.