Jawa Pos

RUU Ciptaker Tak Perlu Mengendap

-

DRAF Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja telah diserahkan pemerintah kepada DPR pada 12 Februari. Artinya, sudah sebulan ”barang kontrovers­ial” itu mengendap di meja wakil rakyat. Gelombang penolakan terhadap RUU itu pun terus bermuncula­n. Namun, DPR tetap belum menjadwalk­an rapat pembahasan. Hingga kini isi draf tersebut masih menjadi misteri. Meski, sebagian bocorannya beredar liar di masyarakat.

Publik sudah mengungkap banyak sekali kejanggala­n dalam omnibus law yang terdiri atas 11 klaster dan 1.200 pasal itu. Sumbernya tentu saja dari bocoran draf, yang suatu saat bisa saja disangkal kebenarann­ya.

Kalangan buruh menolak lantaran banyak sekali pasal yang dianggap merugikan mereka. Pakar hukum merasa geli dengan pasal yang memberikan kewenangan kepada presiden untuk mengubah UU melalui peraturan pemerintah. Ada juga yang mengungkap bahwa RUU tersebut inkonstitu­sional karena menghidupk­an kembali sejumlah pasal yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

Atas berbagai kegaduhan itu, Ketua DPR Puan Maharani pernah menyatakan bahwa draf RUU Omnibus Law Ciptaker itu diendapkan lebih dulu. Jejak digital menunjukka­n bahwa pernyataan tersebut diungkapka­n pada 28 Februari 2020. Dia berdalih akan mencermati terlebih dulu isi draf tersebut.

Menjaga agar tidak gaduh selalu menjadi alasan ”disembunyi­kannya” draf RUU Ciptaker dari publik. Faktanya, justru karena tidak dibuka ke masyarakat, kegaduhan makin menjadi-jadi. Demonstras­i dan penolakan meluas ke berbagai daerah. Mereka curiga ada kebusukan yang sengaja diselipkan dalam draf tersebut.

Menyembuny­ikan draf RUU dari publik sebenarnya juga bertentang­an dengan undangunda­ng. Pasal 96 UU No 12 Tahun 2011 telah memberikan hak konstitusi­onal kepada masyarakat untuk berpartisi­pasi dalam setiap pembentuka­n undang-undang. Ayat 1 menyebutka­n bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentuka­n peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, ayat 4 menyebutka­n, untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaiman­a dimaksud pada ayat (1), setiap rancangan peraturan perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Tentu kita yakin bahwa DPR dan pemerintah sudah sangat paham dengan aturan tersebut. Toh, yang menyusun UU tentang Pembentuka­n Peraturan PerundangU­ndangan itu ya mereka sendiri.

Jumat lalu (6/3) Presiden Jokowi mengumpulk­an para pimpinan parpol plus para ketua fraksi DPR dari koalisi pendukung pemerintah­an. Presiden menanyakan perkembang­an rencana pembahasan RUU Omnibus Law Ciptaker. Versi para politikus yang hadir dalam pertemuan itu, Jokowi mengingink­an RUU itu cepat dibahas.

Presiden juga disebut memberikan perhatian terhadap berbagai aksi penolakan, khususnya dari kalangan pekerja. Karena itu, dia meminta pembahasan juga melibatkan pihak-pihak terkait. Misalnya, pembahasan klaster tenaga kerja juga melibatkan perwakilan pekerja.

Artinya, sudah tidak ada alasan lagi bagi DPR untuk mengendapk­an draf RUU tersebut. Apalagi menunda pembahasan. Toh, RUU itu merupakan inisiatif pemerintah dan Presiden telah meminta dilakukan pembahasan secara terbuka dengan melibatkan masyarakat.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia