Nusa Rajin Ikut Seminar, Yoga Berangkat Hemodialisis Sendiri
Jika sudah terkena gagal ginjal stadium lima, pasien harus menjalani cuci darah. Prosesnya seumur hidup. Siapa saja tentu tak ingin mengalaminya. Namun, ada yang harus menjalani proses itu. Durasinya bahkan sampai belasan tahun.
NUSA Indra seperti orang kebanyakan. Dia bugar dan masih bisa beraktivitas dengan lancar. Saat menghadiri peringatan Hari Ginjal Sedunia di Gedung Instalasi Hemodialisis RSUD dr Soetomo kemarin (12/3), pria 49 tahun itu makan dengan lahap. Dia mengambil nasi dengan lauk daging. Tak ketinggalan buahbuahan sebagai penutup. ”Saya tak boleh makan yang manis, lemak berlebih, atau mengandung alkohol,” katanya. Nusa merupakan salah seorang pasien hemodialisis RSUD dr Soetomo. Dia menjalani proses itu sejak 2008. Gejalanya dimulai 2007. ”Saat itu, saya mengalami pembengkakan pada sekujur tubuh. Lama-kelamaan berat badan saya turun. Dari 60 kg menjadi 40 kg,” kata bapak satu anak tersebut.
Hemodialisis itu harus dijalani karena gagal ginjal yang dialaminya. Setelah diselidiki lebih detail, Nusa punya riwayat penyakit hipertensi yang menjadi mayoritas penyebab gagal ginjal
”Ini faktor keturunan. Kami enam bersaudara memiliki riwayat penyakit hipertensi,” ucap Nusa.
Karena itu, dia menghindari apa pun aktivitas yang mengakibatkan tekanan darah meninggi. ”Termasuk pola makan. Dokter menganjurkan lebih banyak mengonsumsi buah dan sayuran,” tambahnya.
Lantas, mengapa Nusa nekat makan daging? Sambil cekikikan, dia mengaku porsinya hanya sedikit. ”Satu potong kan ndak masalah. Yang masalah itu kalau berlebih,” ungkap dia.
Mulai sekarang, Nusa juga lebih aware pada olahraga. Menurut dia, perubahan gaya hidup itu bisa memacu kondisi tubuh lebih baik. ”Meskipun cuci darahnya berlangsung seumur hidup. Hahaha,” ucapnya.
Nusa harus menjalani hemodialisis dua kali seminggu. Dia biasa menjalani sendiri. Rumahnya dekat dengan rumah sakit. ”Jalan juga bisa. Tapi, ada mobil. Pakai itu saja. Lebih cepat,” ungkap pria yang berdomisili di Gubeng tersebut.
Kini Nusa juga rutin mengikuti berbagai seminar soal pencegahan dan penanganan gagal ginjal. ”Itu saya lakukan supaya anak saya yang berumur 18 tahun tidak terkena juga. Begitu juga istri,” ujarnya.
Sebagai orang yang memiliki riwayat hipertensi, kadang muncul kekhawatiran di benaknya. Sebab, penyakit itu bisa diturunkan kepada anak. ”Saya tak ingin mereka terkena gagal ginjal yang berujung hemodialisis. Saya selalu ajarkan mereka untuk hidup sehat,” tambahnya.
Hampir 13 tahun Nusa bergelut dengan hemodialisis. Waktu yang lama itu membuatnya tidak patah arang. Justru membuatnya bergairah untuk hidup lebih baik. Sebab, bukan hanya dia yang mengalami hal serupa. Ada banyak teman lain yang menjalani hemodialisis. Mereka saling menguatkan.
Lain lagi Yoga Sukma Tri Setiawan. ”Saya sudah menjalani cuci darah sejak berusia 14 tahun. Totalnya sudah 11 tahun sekarang,” kata Yoga Sukma Tri Setiawan, pasien lain.
Berbeda dengan Nusa, Yoga mengalami gagal ginjal yang berujung hemodialisis karena pola makan yang tidak teratur. ’’Saya suka mengonsumsi makanan instan serta minum yang manis-manis,” tuturnya.
Yoga menjalani hemodialisis karena diabetes melitus. ”Gejalanya mulai muncul saat duduk di bangku SMP,” ungkap pria 25 tahun tersebut.
Tidak seperti pasien kebanyakan, berat badan Yoga justru tidak turun. Berat badannya sama dengan kondisi sebelum sakit. ”Cuma, ya sekujur tubuh yang membengkak,” tambahnya.
Sakit pasti dirasakan. Namun, bagi Yoga, mengeluh bukan jalan keluar. Dia masih bisa melakukan aktivitas seperti biasa. Hanya, mulai ada pembatasan. ”Sekarang saya tidak bekerja. Lebih banyak membantu orang tua di rumah. Itu yang bisa saya lakukan,” kata pria yang berdomisili di Mojokerto itu.
Dia tahu bahwa hemodialisis adalah proses seumur hidup. Namun, tekadnya untuk sembuh terus bergelora. Dua kali seminggu PP Mojokerto–Surabaya dilakoninya. ”Saya kerap sendiri. Tidak ditemani. Saya kuat. Saya pasti bisa menjalani ini semua,” ungkap dia.
Yoga berpesan kepada anak muda untuk hidup sehat. Pengalaman terkena gagal ginjal yang berujung hemodialisis mengajarkannya banyak hal. Terutama mencegah terkena diabetes melitus. ’’Kata dokter, lebih baik mencegah penyakit itu muncul. Sehingga tidak mengalami gagal ginjal yang berujung cuci darah,” katanya.
’’Saya mengalami apa yang dialami mereka berdua. Di awal merasa menyesal dan terpukul. Tapi, sekarang hidup terus berlanjut. Harus semangat,” tambah Ana Maysaroh, pasien lain. Perempuan 44 tahun itu sudah 15 tahun menjalani hemodialisis. Dia terkena ginjal saat berada di Jepang. Ketika itu, dia bekerja sebagai TKW.
’’Saya sering mengonsumsi sake. Sehari bisa habis enam cangkir kecil,” ungkap perempuan yang berdomisili di Gresik tersebut. Kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol itu ternyata membawa dampak buruk baginya. Pada 2004, dia divonis gagal ginjal. Ana harus menjalani hemodialisis. ”Untungnya, saat ini kami bertiga sudah di-cover BPJS Kesehatan. Kalau tidak, biaya bisa bengkak,” tuturnya.
Kepada banyak orang, Ana berpesan untuk pandai-pandai berteman. Sebab, menurut dia, kondisi lingkungan sekitar memengaruhi perilaku dan kepribadian seseorang. ”Sebelum terlambat, mulai sekarang hentikan minuman beralkohol. Sebab, itu memiliki efek jangka panjang. Salah satunya merusak ginjal,” ungkapnya, lantas tersenyum.
Tiga pasien itu pun tampak mengabadikan momen lewat foto saat berada di gedung tersebut. Mereka juga didampingi para dokter RSUD dr Soetomo. Raut muka mereka sangat senang. Sebab, biasanya tiga pasien tersebut hanya bertegur sapa lewat media sosial. Kalaupun jumpa, waktunya tidak lama. ”Kami senang diundang menghadiri acara ini. Tadi juga diberi kaus sebagai simbol bukti tali asih pasien terlama. Semoga ini bisa menginspirasi semua orang untuk hidup sehat dan semangat menjalani hidup. Apa pun kondisinya,” ujar Ana.