Raperda Naker Lokal Tak Masuk Prioritas
SURABAYA, Jawa Pos – Pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang perlindungan tenaga kerja lokal terus ditunda. Alasannya, usulan anggota dewan periode 2014– 2019 itu tidak lagi masuk prioritas. Selama dua tahun, rancangan kebijakan tersebut mangkrak.
Raperda tersebut merupakan usulan yang masuk program legislasi daerah (prolegda) 2018. Hingga kini, belum ada naskah akademik yang bisa dibahas. Pembentukan panitia khusus (pansus) juga tidak pernah terlaksana.
Saat ini para wakil rakyat masih sibuk membahas raperda tentang percepatan penanggulangan kemiskinan. Kebijakan itu merupakan usulan anggota dewan periode 2019–2024 dan masuk prolegda 2019.
Anggota Badan Pembentukan Perda (BPP) Ibnu Shobir membantah adanya tudingan bahwa raperda itu tidak masuk prioritas. Shobir menganggap semua kebijakan yang diusulkan legislatif maupun eksekutif tentu mendapat prioritas masing-masing. Hanya, pembahasannya tidak bisa dilakukan secara serentak.
Politikus PKS itu menjelaskan teknis pembahasan raperda hingga terbentuknya pansus. Menurut Shobir, rancangan kebijakan baru bisa dibahas setelah ada naskah akademiknya. Jika hal itu sudah terpenuhi, raperda akan dibahas di komisi yang telah ditunjuk bamus (badan musyawarah).
Soal raperda tenaga kerja lokal, Shobir mengaku belum mengetahui naskah akademiknya. Bisa jadi, anggota dewan periode sebelumnya sudah menyiapkan. ”Tapi belum tahu lagi, coba nanti saya cek,” katanya.
Nah, naskah akademik tidak bisa dimintakan untuk dua kebijakan yang berbeda secara berbarengan. Misalnya, dewan sudah meminta salah satu perguruan tinggi membuat kajian akademik untuk raperda A. ”Di waktu yang sama, kita tidak bisa meminta pihak universitas membuat kajian untuk raperda B,” kata Shobir.
Anggota Komisi D DPRD Surabaya itu belum bisa memastikan kapan raperda tenaga kerja lokal akan dibahas. Sebab, saat ini pihaknya masih menuntaskan pembahasan raperda percepatan penanggulangan kemiskinan.
Menurut dia, dua kebijakan itu sama-sama urgen. Sebab, angka kemiskinan di Surabaya masih tinggi. Begitu pula angka pengangguran yang masih di atas 10 persen. ”Tapi, selama belum ada naskah akademik, itu (raperda tenaga kerja lokal, Red) belum bisa dibahas,” ucapnya.