Setahun, Rp 456 M untuk Cuci Darah
Biaya Tertinggi Pasien BPJS Kesehatan
SURABAYA, Jawa Pos – Penyakit ginjal masih menjadi momok bagi masyarakat Indonesia. Berdasar data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), penyakit ginjal adalah pembunuh nomor dua setelah penyakit jantung. Selain batu ginjal, gagal ginjal juga menjadi perhatian utama.
’’Gagal ginjal ini bisa mengakibatkan hemodialisis atau cuci darah,’’ kata dokter spesialis penyakit dalam RSUD dr Soetomo dr Pranawa SpPd-KGH FINASIM saat membuka acara peringatan Hari Ginjal Sedunia di gedung instalasi hemodialisis kemarin (12/3).
Dia menyatakan, pasien yang menjalani cuci darah adalah mereka yang sudah memasuki stadium lima. ’’Saat itu ginjal tidak berfungsi lagi sehingga harus dibantu dengan tindakan hemodialisis,’’ jelasnya.
Tindakan tersebut tidak murah. Pranawa menyebutkan bahwa sekali cuci darah memerlukan dana Rp 1 juta. Dalam seminggu, setiap pasien menjalani dua kali cuci darah. ’’Dengan kata lain, setiap bulan satu orang harus merogoh kocek Rp 8 juta,’’ ujarnya.
Cuci darah sudah di-cover BPJS Kesehatan. Berdasar data 2016, BPJS Kesehatan harus mengeluarkan uang Rp 456 miliar untuk pembiayaan hemodialisis di Jawa Timur (Jatim). ’’Uang segitu kan sudah bisa buat berapa pabrik? Sudah bisa buka banyak lapangan kerja,’’ tegasnya.
Poin utama yang ingin disampaikan Pranawa adalah pentingnya mencegah tindakan hemodialisis. ’’Sebanyak 70 persen penyebab gagal ginjal adalah hipertensi dan diabetes melitus,’’ ungkapnya. Menurut dia, dua penyakit itu bisa dicegah dengan menjalani pola hidup sehat dan makan makanan bergizi.
Pranawa menjelaskan, selain berfokus ke pencegahan, pihak RS memberikan pelayanan maksimal dalam tindakan hemodialisis. RSUD dr Soetomo melayani 105–107 tindakan cuci darah. ’’Kami memiliki 60 unit alat cuci darah. Sebenarnya ada 100 unit, tapi 40 unit kami sebar ke daerah,’’ terangnya.
Memaksimalkan pelayanan juga menjadi salah satu fokus utama pada peringatan Hari Ginjal Sedunia tersebut. ’’Sebagai tim medis, kami harus melakukan tindakan sebaik-baiknya. Yang terpenting, jangan sampai terlambat melakukan cuci darah,’’ tuturnya.
Sementara itu, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surabaya Herman Dinata Mihardja menjelaskan bahwa jumlah pasien hemodialisis (HD) di Surabaya pada 2019 mencapai 2.500 orang. Berdasar data, setiap tahun anggaran yang digelontorkan Rp 150 miliar.
’’Untuk jumlah pasien, HD berada di urutan ketiga. Setelah jantung dan kanker,’’ katanya. Meskipun begitu, biaya per orang pasien HD yang tertinggi dicover. ’’Bisa Rp 100 juta sampai Rp 200 juta. Ini menjadi yang tertinggi dibandingkan pasien lain,” imbuhnya.
Sebab, selain tindakan HD, yang di-cover biaya pengobatan dan tindakan lain. Herman menjelaskan, pihaknya tidak mempunyai anggaran khusus untuk penanganan cuci darah. ’’Jadi, tidak ada patokan berapa dana yang habis untuk setahun. Kami sesuaikan dengan kebutuhan,” ujarnya.