Jalan Gubeng Ambles karena Faktor Alam
Hakim Vonis Bebas Enam Terdakwa
SURABAYA, Jawa Pos – Enam terdakwa kasus amblesnya Jalan Raya Gubeng akhirnya bisa bernapas lega. Majelis hakim menyatakan mereka tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana tentang jalan seperti yang didakwakan jaksa. Mereka pun divonis bebas.
Keenam terdakwa merupakan petinggi dua perusahaan kontraktor PT Nusa Kontruksi Enjiniring (NKE) dan PT Saputra Karya (SPK). Putusan itu dibacakan Ketua Majelis Hakim R Anton Widyoptiyono dalam sidang putusan di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Surabaya kemarin (12/3).
Dalam pertimbangannya, hakim menggugurkan semua dakwaan jaksa. Satu per satu pasal dalam undang-undang tersebut dinyatakan tidak terbukti oleh majelis hakim. Sidang itu digelar dua kali. Tiga terdakwa dari PT NKE menjalani sidang terlebih dahulu. Mereka adalah Budi Susilo, Rendro Widoyoko, dan Aris Priyanto.
Majelis hakim menganggap PT NKE tidak seharusnya dimintai pertanggungjawaban terkait amblesnya jalan raya tersebut.
Alasannya, perusahaan konstruksi itu telah melaksanakan sesuai prosedur, yaitu soft drawing dari PT Ketira Engineering. Karena itulah, mereka tidak bisa dipertanggungjawabkan dengan alasan tersebut. ”Terdakwa sebagai penanggung jawab tidak ditemukan niatan jahat atau kesengajaan adanya faktor melawan hukum dalam diri terdakwa,” ucap Anton.
Menurut dia, unsur dengan sengaja tidak terpenuhi dalam penerapan dakwaan pertama. Bukan hanya itu, PT NKE juga hanya sebagai pelaksana tugas. Karena itulah, jalan tersebut ambles bukan karena kesalahan dari kontraktor.
Bukan hanya itu, menurut hakim, kejadian tersebut juga merupakan faktor alam dan bentuk dari bencana alam. Karena itulah, terdakwa tidak dapat dipersalahkan secara pidana. Terdakwa selaku kontraktor lanjutan juga hanya melanjutkan program pembangunan dari sebelumnya.
Dengan begitu, terang Anton, semua pasal yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Karena itu, semua dakwaan jaksa tersebut harus ditolak. ”Menyatakan terdakwa Budi Susillo, Rendro Widoyoko, dan Aris Priyanto tidak terbukti secara sah meyakinkan dalam melakukan tindak pidana dalam dakwaan kesatu atau kedua,” ucapnya. Karena itulah, majelis hakim memutuskan untuk membebaskan terdakwa. Hakim juga memerintahkan agar jaksa memulihkan hak terdakwa serta kedudukan dan martabatnya.
Ketiga terdakwa hanya terdiam sebentar. Mereka langsung meminta berdiskusi ke penasihat hukumnya. Ketiga terdakwa itu menerima putusan tersebut. ”Seharusnya dari dulu seperti itu. Tudingan perusakan jalan itu terlalu kejam,” ujar Budi setelah sidang selesai.
Raut bahagia terlihat dari wajah mereka. Budi menambahkan, selama karirnya dalam kontruksi, dia tak pernah merusak pekerjaan apa pun. Jadi, lanjut dia, dakwaan tersebut memang terlalu dipaksakan.
Hakim melanjutkan sidang tiga terdakwa lainnya dari PT SK. Mereka adalah Ruby Hidayat, Lawi Asmar, dan Aditya Kurniawan Eko Yuwono. Tiga orang tersebut juga dibebaskan hakim. Menurut hakim Anton, PT SK telah menjalankan tugasnya sebagai penanggung jawab. Yaitu, dengan menggunakan banyak jasa konsultan terbaik.
Selain itu, dia menyatakan, ketiga terdakwa sudah berusaha untuk berhati-hati dalam mengecek dan mengawasi proyek tersebut. ”Membebaskan semua terdakwa dari segala dakwaan primer dan dakwaan kedua,” katanya.
Sementara itu, Martin Suryana, penasihat hukum PT SK, mengungkapkan, kasus tersebut menandakan bahwa kliennya sudah berhati-hati dalam membangun proyek itu. Hanya, faktor alam juga bisa mengganggu adanya pembangunan. ”Kesalahan itu bukan di kami. Melainkan pada konsultan pertama yang merancang,” katanya.
Di sisi lain, Rakhmad Hari Basuki dan RA Dhini Ardhany, jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, mengungkapkan kekecewaan terhadap putusan tersebut. ”Terkait adanya fenomena alam, kami tidak sepakat. Karena selama berpuluhpuluh tahun tidak ada longsor. Itu longsor karena adanya pembangunan,” tutur Hari setelah sidang. Dua jaksa itu pun mengajukan kasasi.