Bicara tentang Seni Pembebasan
SURABAYA, Jawa Pos – ’’Seni bukan sekadar tentang estetika. Namun lebih kepada pesan apa yang akan dibawa,’’ tutur seniman Yayak Yatmaka dalam diskusi di Gallery AJBS Creative World kemarin (16/3). Dia dan seniman Beng Suket memaparkan seni pembebasan. Seni yang digunakan sebagai moda perlawanan atas kondisi sosial terkini.
Menurut Yayak, seni pembebasan dikenalkan Semsar Siahaan. Mahasiswa seni rupa ITB angkatan 1977 itu banyak menghasilkan karya yang dekat dengan isu-isu sosial politik serta menyuarakan protes terhadap ketidakadilan sosial. ’’Pada saat itu Semsar memberontak pada rezim Orba. Sebab, rezim tersebut terlalu membatasi karya mahasiswa,’’ kata Yayak.
Semsar banyak ’’membangkang’’ lewat karya seni. Hal itu membuatnya terkena sanksi drop out dari kampus. Lantas, dia pun membuat sebuah karya seni setelah kejadian tersebut. Semsar membuat patung dengan wujud ibu yang mencekik anaknya. Patung tersebut bermakna bahwa mahasiswa tidak dilindungi kampusnya.
Dari kejadian itu, Yayak ingin menyampaikan bahwa seni memiliki unsur penting dalam proses kemanusiaan. Yakni, proses menjadi seorang manusia yang bebas. Termasuk dalam urusan berkarya. Dia ingin seniman menggunakan seni pembebasan untuk media perlawanan atas kondisi sosial. Apa pun zamannya. ’’Tidak sekadar mementingkan estetika dan kepentingan urusan ekonomi saja,’’ kata seniman asal Jogjakarta tersebut.
Hal itu juga ditanggapi seniman Beng Suket. Menurut dia, tidak sepantasnya seniman takut memberikan kritik pada zaman sekarang. ’’Tidak harus mengkritik pemerintah, bisa mengkritik kondisi sosial yang ada,’’ tambahnya.