Big Data, Kecerdasan Buatan, dan Korona
SETAHUN lalu, 23 Maret 2019, Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak menyampaikan ide besar dalam FGD di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tentang pentingnya pemanfaatan big data untuk pengembangan pelayanan informasi superkoridor. Menurut Emil, integrasi informasi berbasis teknologi big data penting untuk perbaikan pelayanan publik dan pengambilan keputusan. Alasannya, teknologi tersebut memungkinkan integrasi data serta konektivitas pemanfaatan dan pemrosesan yang lebih baik. Big data tidak saja dapat memperbaiki organisasi data dan manajemen data, tetapi pemanfaatan informasi yang dihasilkan juga akan lebih cepat dan tepat guna. Pada saat yang sama, Emil juga menyampaikan pentingnya memperkuat data spasial di Jatim.
Di sisi lain, sebagai kelanjutan inovasi e-tilang (Jawa Pos, 1/9/2017) yang kemudian berubah menjadi e-TLE, sebuah kota di Jatim juga telah mengembangkan pendekatan sistem monitoring berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligent, AI) yang disebut safe city system. Sistem ini merupakan bagian dari program smart city, yaitu mewujudkan smart living dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kualitas hidup. Melalui sensor CCTV yang terhubung ke server kecerdasan buatan, melalui jaringan serat optik kota, pemerintah kota tidak saja dapat melakukan monitoring pelat nopol (plate recog
atau mendeteksi wajah (melalui pengenalan wajah/face recognition), tetapi juga dapat mencari identitas dan pergerakan yang bersangkutan karena terhubung dengan data kependudukan.
Keberhasilan ’’mengumpulkan dan membina’’ pelaku vandalisme terhadap rambu-rambu dan fasilitas kota telah menjadi bukti efektivitas sistem ini. Apalagi, sistem ini memungkinkan untuk mengenali berbagai ciri seperti cara berjalan, warna baju, jenis mobil dan motor, serta ciri-ciri lain, termasuk temperatur alias suhu tubuh yang secara teknis dapat diajarkan kepada sistem AI.
Melihat dua contoh di atas, sebenarnya para pemimpin di Jatim jelas memiliki pandangan jauh ke depan tentang bagaimana informasi dapat menjadi ’’kekuatan yang besar’’ untuk menyelesaikan sejumlah permasalahan dasar masyarakat. Dengan sistem pengumpulan data yang baik, melalui sistem big data, pemerintah dapat mengumpulkan informasi valid yang kemudian dapat digunakan oleh seluruh stakeholder dan masyarakat untuk mengambil langkah terbaik dan bereaksi secara wajar dalam menyikapi perubahan informasi, termasuk informasi kebencanaan dan wabah penyakit.
Dengan informasi yang semakin lengkap, akan sangat dimungkinkan melakukan prediksi dan estimasi ke depan terhadap sebuah kejadian. Melalui CCTV dan sensor lain yang terhubung ke server dengan kecerdasan buatan, pemerintah mempunyai kemampuan real time untuk memonitor kondisi khusus, mulai pergerakan orang, integrasi data moda transportasi, hingga pencarian orang untuk kasus-kasus tertentu.
Dengan semakin banyaknya kasus positif terinfeksi virus korona (Covid-19) di Indonesia, ada hal mendasar yang harus dihindarkan, yaitu kesimpangsiuran informasi. Munculnya hoax dan informasi yang tidak benar akan mengakibatkan kepanikan dan membuat masyarakat bereaksi berlebihan. Untuk itulah, peran teknologi big data dapat lebih difokuskan pada upaya pengendalian dan peningkatan validitas informasi. Pendekatan big data menjadi sangat penting saat pendekatan pemrosesan basis data konvensional tidak lagi dapat dilakukan akibat perubahan data yang sangat cepat dan tidak terkendali.
Saat ini kampus-kampus berbasis IT telah bersaing untuk berkontribusi memberikan informasi kondisi mutakhir kasus korona dengan versi masing-masing untuk menampilkan proyeksi kasus, klaster persebaran, kasus positif, meninggal, dan sembuh. Namun, ketika lockdown belum diberlakukan dan social distancing belum tentu dijalankan dengan baik, pertanyaan teknis tentang pergerakan suspect, OPD (orang dalam pemantauan), maupun status PDP (pasien dalam pengawasan) akan hanya bisa dijawab melalui sistem big data yang lebih terstruktur dan lebih luas cakupannya. Dan untuk itu, sangat dibutuhkan sistem yang kuat.
Sumber daya TIK di Jatim sudah saatnya bersinergi untuk kepentingan luhur ini. Jatim memiliki 20 perguruan tinggi negeri dan 325 perguruan tinggi swasta dalam sebuah jaringan informasi yang kuat. Big data hanyalah sebuah teknik yang tidak akan efektif bila tidak ada data yang tersedia (volume), data yang kurang lengkap jenisnya (variety), dan data yang tidak cepat berubah (velocity). Untuk itulah, sangat dibutuhkan ’’IT leadership’’ yang mungkin dapat dimulai dari kampus-kampus unggulan bersama kampus lainnya.
Ketika data mulai tersedia, dimulailah fase monitoring, tracking, dan finding. Kesulitan Malaysia mencari suspect dan OPD pasca pelaksanaan tablig akbar (yang diikuti ribuan Jamaah Tabligh) menjadi contoh pentingnya sistem monitoring, tracking, dan finding yang dilakukan dengan menggunakan sistem berbasis kecerdasan buatan (AI). Sistem safe city yang sebenarnya dikembangkan untuk aplikasi keselamatan akan dapat dikembangkan lagi untuk aplikasi ini.
Dengan kemampuan sensing yang dimiliki, dengan mengganti sensor dengan sensor suhu, sistem akan dapat mengenali suspect. Sekalipun suspect tersebut berada dalam kerumunan (crowd detection). Dengan kemampuan tracking, pergerakan suspect akan dapat diikuti minimal di area wilayah kota. Dengan kemampuan tracking tersebut, sistem sekaligus dapat mengidentifikasi identitas suspect dan dapat dinyatakan sebagai OPD. Sebab, sistem ini telah terkoneksi dengan data kependudukan. Gilirannya, akan dapat dilakukan tracking melalui big data untuk mencari keterkaitan antar-suspect dalam rangka menentukan klaster, pemetaan, melakukan prediksi, dan estimasi untuk antisipasi ke depan.
Pada akhirnya, kita harus kembali ingat semboyan Provinsi Jatim Jer Basuki Mawa Beya yang artinya semua keberhasilan membutuhkan biaya alias cost. Membangun sistem berbasis big data dan AI tidak cukup diselesaikan dengan pidato dan harapan semata.
Pengembangan sistem harus dilakukan secara terstruktur dan masif. Saat ini kita meyakini bahwa proses elektronik untuk pendataan, monitoring, tracking, dan finding suspect korona sangat urgen diperlukan. Maka, mengacu pada Perpres Nomor 95 Tahun 2018, tahap berikutnya adalah perlu segera mengembangkan berbagai aplikasi khusus untuk itu. Baik melalui big data, aplikasi berbasis AI, maupun turunannya.
Aplikasi tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya infrastruktur yang memadai. Maka, sensor, server, termasuk jaringan akses dan backbone, harus segera dipersiapkan atau disediakan. Terakhir, dukungan SDM dan keamanan sistem menjadi kunci pelaksanaan yang efektif dan efisien. Sekali lagi, penerapan sistem ini membutuhkan leadership tingkat tinggi. Dengan kepemimpinan yang kuat dan didukung sinergi berbagai pihak, semoga Indonesia segera dapat mengatasi wabah korona.