Jawa Pos

Awalnya Berangkat Kerja Sendiri-Sendiri, Sekarang Gandengan Tangan

Weekend Marriage Encounter berusaha menghangat­kan lagi hubungan suami istri lewat training komunikasi yang intens. Hasilnya menakjubka­n.

- MUHAMMAD AZAMI RAMADHAN, Jawa Pos

LAURENTIA Ellalia Sulis Setyawati terbahak ketika mengingat perubahan perilaku anggota Marriage Encounter asal Mojokerto. Dia ingat sekali, usia pasangan itu sudah kepala enam. Sudah eyang kakung dan eyang uti. Tapi, setelah pasangan tersebut mengikuti kegiatan Weekend Marriage Encounter (Weme), Laurentia mendapati cerita yang menghebohk­an. ”Kami berdua sudah mandi bersama berkali-kali loh,” kata Laurentia, menirukan ucapan eyang uti tersebut. ”Mereka berdua ngomong gitu di depan kami waktu pertemuan aftercare,” imbuhnya, lantas tertawa.

Laura –sapaannya– mengungkap­kan, tidak sedikit perubahan yang terjadi dari ratusan pasutri setelah mengikuti Weme. Menurut dia, hal itu bentuk keseriusan berbagai pasangan untuk memperbaik­i diri dan komunikasi.

Cerita yang dia dapat di forum aftercare atau tindak lanjut pertemuan Weme adalah bentuk syukur dan kegembiraa­n. Juga sebagai motivasi untuk pasangan lain bahwa perkawinan tetap bisa dibuat lebih indah berapa pun usianya

Syaratnya, ada keinginan untuk berubah dari setiap pasangan. ”Jadi, mereka cerita karena ingin berbagi pengalaman. Bukan bukabukaan hal pribadi,” tuturnya.

Dia menuturkan, banyak kisah baik dan inspiratif dari beragam pasangan suami istri dengan berbagai latar belakang tersebut. Ibu tiga putra itu mencontohk­an kisah pasutri yang terbilang indah meskipun sebagian menganggap hal tersebut biasa. Dikisahkan, ada pasutri petani. Mereka mengikuti Weme pada 2010 di Blitar.

Sebelumnya, kehidupan perkawinan mereka dianggap biasa. Berangkat ke sawah sendirisen­diri. Terkadang si bapak pergi lebih dulu dengan berjalan kaki dan membawa cangkul. Lalu, istrinya menyusul dengan sepeda kayuh dan membawa bekal.

Namun, setelah belajar dan berproses selama 44 jam di Weme, pasutri petani yang sudah berusia 50-an tahun itu berangkat ke sawah dengan bergandeng­an tangan, begitu pula saat pulang. Bahkan, saat bersepeda, sang istri nyabuk ke suaminya. ”Bukan karena apa-apa. Ya itu encounter, bertemu dan berkomunik­asi dari hati ke hati, menghayati dan saling memahami. Kami belajar itu bersama,” jelasnya.

Perempuan yang merupakan koordinato­r ME Distrik IV Surabaya itu menjelaska­n, M a r ria g e E n c o u n ter adalah sebuah gerakan, sebuah komunitas untuk menggugah setiap pasangan suami istri agar lebih saling mencintai, lebih memperbaru­i dan saling memperkuat hubungan. Sebab, lanjut Laura, gerakan yang digagas pastor Katolik yang bertugas di Spanyol, Gabriel Calvo, tersebut dibuat sebagai sarana dialog antara suami istri. Dialog yang dimaksud bukan dialog dalam pandangan umum. Dialog suami istri, menurut dia, menjadi sarana pengungkap­an perasaan-perasaan yang memperdala­m pengenalan antara diri sendiri dan pasangan.

Pengenalan itu, menurut Laura, menjadi dasar untuk mengadakan perubahan pada diri masingmasi­ng dalam suasana relasi yang lebih akrab dan dekat. Dialog tersebut terwadahi dalam program pertemuan akhir pekan yang disebut dengan Weekend Marriage Encounter (Weme).

”Di situ pasutri belajar tentang teknik komunikasi penuh cinta kasih yang dinamakan dialog perasaan. Sehingga suami istri, satu sama lain, dapat saling memahami, menghayati, dan mengalami pertemuan dari hati ke hati secara lebih dalam,” paparnya.

Laura menyebutka­n, ada lima tujuan Weekend Marriage Encounter. Yakni, meningkatk­an komunikasi suami istri, mengenal diri sendiri dan pasangan, serta memperkuat relasi suami istri, relasi pasutri dengan Tuhan, dan relasi imam/suster dengan umat.

Perempuan kelahiran Kediri itu menyebutka­n, Weme dan komunitas ME terbuka untuk umum. Tidak melihat golongan atau agama tertentu, tidak memilih strata ekonomi dan status sosial. ”Dari hampir semua penganut agama, ada yang ikut Weme. Kristen, Islam, Hindu, Khonghucu, termasuk Katolik. Kami lebih pada relasi komunikasi­nya, bukan agamanya,” jelasnya.

Semua kalangan dapat mengikuti program akhir pekan yang diselengga­rakan oleh ME itu. Asalkan sesuai dengan syarat yang telah ditentukan. Salah satu ketentuan yang harus dipenuhi, calon peserta memiliki sponsor atau mendapat rekomendas­i dari pasangan suami istri yang telah mengikuti Weme.

Selain itu, usia pernikahan memengaruh­i dapat atau tidaknya bergabung. Minimal telah menikah selama tiga tahun. ”Di bawah usia itu bisa, tapi pasti melalui beberapa proses, ya. Ada proses konseling dan lain sebagainya,” kata istri Gregoriys Hardjanto Soeselo tersebut. Hal itu dilakukan sebagailan­gkahuntukm­emperkuat pertemuan akhir pekan.

Hingga 2020, Marriage Encounter Distrik IV Surabaya telah memiliki ribuan anggota. Juga telah membentuk 331 angkatan. Pada angkatan terakhir, Weme diikuti enam pasangan. Kegiatan itu diselengga­rakan di rumah retret Pacet Februari lalu.

Namun, memang tidak semua hubungan bisa menjadi erat lagi. Selama menjadi koordinato­r distrik, Laura menemui pasangan yang memutuskan untuk tidak melanjutka­n mahligai pernikahan setelah mengikuti Weme.

Laura menegaskan, semua hal itu kembali kepada individu masing-masing. Sebab, semua pasutri itulah yang mengalami proses perkawinan masing-masing. ”Saya yakin, kami atau mereka tahu dan paham tentang cara untuk bangkit saat mereka terjatuh,” ucap dia.

 ?? MUHAMMAD AZAMI RAMADHAN/JAWA POS ?? SIMBOL WE LOVE YOU: Pasutri peserta Weme angkatan ke-331 berfoto bersama para pastor dan tim pemateri di rumah retret Pacet.
MUHAMMAD AZAMI RAMADHAN/JAWA POS SIMBOL WE LOVE YOU: Pasutri peserta Weme angkatan ke-331 berfoto bersama para pastor dan tim pemateri di rumah retret Pacet.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia