Tinggal Pastikan Koneksi Internet, Sekeluarga Beribadat Bareng
Persebaran virus korona tidak hanya mengubah kebiasaan hidup warga Surabaya, tapi juga membuat sejumlah tempat ibadat mengubah mekanisme peribadatan. Salah satunya, menggagas ibadat dengan sistem daring.
Jawa Pos
SUASANA yang berbeda terasa ketika berkunjung ke Paroki Kristus Raja Surabaya kemarin (22/3). Biasanya kursi gereja penuh jemaat. Kini berubah. Sepi. Hening. Hanya ada romo, para pelayan paroki, dan enam anggota tim komunikasi sosial (komsos) yang stand by di dekat altar gereja. Ya, mereka hendak melakukan ibadat daring.
”Ini perdana. Kami mempersiapkannya dengan sungguh-sungguh,” kata Pastor
Paroki Kristus Raja Surabaya Romo Agustinus Dodik Ristanto CM.
Alat-alat berupa sound system hingga kamera disiapkan sejak Sabtu siang (21/3). Kuota internet juga disiapkan untuk memaksimalkan pelayanan ibadat.
”Sesuai dengan protokol yang kami terima dari Keuskupan Surabaya, semua itu untuk menghindari persebaran korona,” tutur dia
J
Setidaknya ada delapan ribu jemaat yang melakukan misa setiap Minggu di paroki tersebut. ”Karena keramaian bisa menjadi penyebab persebaran, kami sepakat melakukan misa online,” tambahnya.
Untuk mendukung berjalannya misa daring, paroki menggunakan dua platform media. Yakni, situs gereja kristusrajasurabaya.org/ id/home dan akun YouTube Komsos Kristus Raja.
Keduanya dipasang berbarengan. Tujuannya, ketika ibadat berlangsung, koneksi lancar. Jemaat pun nyaman. Misalnya kemarin. Suasana misa daring berjalan khidmat. Romo Dodik memimpin ibadat dengan modul pelayanan ekaristi seperti biasa. Tapi, ada satu hal yang tidak bisa dilakukan secara fisik lagi. Yakni, pemberian komuni kepada jemaat.
”Perayaan misa/ekaristi identik dengan itu. Karena situasi tidak memungkinkan, kami ganti dengan metode lain,” terang Dodik.
Berdasar protokol keuskupan, komuni diberikan dengan cara spiritual. Diganti. Pembagian roti sebagai pertanda tubuh Kristus dilakukan dengan medium doa. Hubungan Tuhan dengan manusia lebih diarahkan secara transendental.
Menurut Dodik, hal itu tidak mengurangi esensi pelayanan ekaristi tersebut. ”Selama mengikuti protokol yang ada, semua sah. Yang terpenting ++++++Altiabiah. Jemaat sopan dan fokus,” ucap dia. Lagi pula, langkah semacam itu bagus. Jemaat bisa terhindar dari kemungkinan terpapar virus korona. ”Selain ibadat daring, kami juga terapkan pencegahan lain,” tuturnya.
Para pelayan gereja yang membantu pelayanan duduk berjarak. Minimal 1 meter. Mulai lektor (pembaca sabda Tuhan) hingga suster. ”Kami juga sediakan hand sanitizer di pintu masuk gereja. Sebelum melayani, semua harus steril,” ucap Dodik.
Paroki yang beralamat di Jalan Residen Sudirman itu kini juga membatasi jadwal pelayanan ekaristi. ”Bila di hari Minggu ada lima jadwal ibadat, kini menjadi dua sesi saja,” ucapnya.
Memang perubahan sistem ibadat semacam itu butuh adaptasi. Usaha yang dilakukan harus terusmenerus. ”Sama dengan perayaan ekaristi pagi tadi. Butuh penyempurnaan. Ada banyak keluhan yang masuk ke kami,” tambah Lasarus Setia Pamungkas.
Ketua Tim Komsos Kristus Raja itu menjelaskan, situs gereja sempat down. Tidak kuat karena diakses ribuan orang. ”Maka, kami alihkan ke akun YouTube. Tapi, ya tadi, jemaat tidak mengikuti kebaktian dengan menyeluruh. Itu yang tidak kami prediksi,” kata warga Gubeng tersebut.
Karena itu, di pelayanan ekaristi pukul 18.00 kemarin pihaknya tidak lagi mengarahkan jemaat untuk mengakses situs gereja. ”Semua kami alihkan ke YouTube saja,” ungkap Lasarus.
Dia menerangkan, misa secara daring tidak begitu efisien. Ada beberapa penggalan ibadat yang tak elok jika dilakukan secara daring. Misalnya, pemberian komuni. ”Itu kan puncak dari perayaan ekaristi. Harusnya dilakukan secara langsung. Tapi, karena kondisi memaksa, kami harus mengerti,” ucap dia.
Sebagai jemaat gereja, Lasarus berharap wabah korona segera berakhir. Dia ingin bertemu dengan banyak orang. Berkumpul dan bersekutu di dalam Tuhan.
Selain Paroki Kristus Raja Surabaya, gereja Katolik di Surabaya Barat juga mengikuti live streaming ibadat secara terpusat di Keuskupan Surabaya. Pengalaman beribadat daring dirasakan secara berbeda-beda oleh jemaat.
Stephana Fevriera misalnya. Dia melakukan misa daring bersama kedua orang tuanya. Sebelum siaran dimulai, sang ayah lebih dulu utak-atik televisi untuk menyambungkan siaran YouTube. Di bawahnya, Riera meletakkan salib dan patung Bunda Maria. Tak lupa beberapa lilin. ”Ya seperti lagi di gereja saja,” ucapnya.
Memang perubahan kebiasaan itu masih terasa aneh. ”Apalagi, nggak ada komuni langsung. Tapi, ya gimana lagi, memang harus di rumah,” sambungnya.
Komuni yang biasanya dilakukan dengan membagikan roti dan anggur kepada umat diganti dengan pembacaan doa. Satu rangkaian doa untuk komuni spiritual ditampilkan dalam layar. Dengan demikian, umat di rumah bisa membacanya dengan khidmat. ”Lalu, ritual ketika berlutut diganti dengan posisi berdiri. Soalnya, nggak ada tempat,” terang Riera.
Hampir serupa, Jeany Rumoei juga cukup sedih karena tak bisa menerima komuni seperti perayaan ekaristi biasanya. ”Sekarang komuni batin saja. Sedih juga harus di rumah. Terisolasi begini mana enak sih?” jawabnya.
Meski begitu, ada juga hal positif yang dirasakan dari menjalani misa dari rumah. Salah satunya, memungkinkan Jeany dan keluarga menjalani misa secara bersamasama. ”Akhirnya bisa bareng, lengkap. Biasanya, ada yang mau jam segini, jam segitu. Ada yang belum siap, jadi ditinggal saja,” ucapnya, kemudian tertawa.
Misa di rumah juga bisa dipersiapkan mepet-mepet, cukup 15 menit untuk memastikan koneksi internet. Jadi, tak perlu khawatir terlambat mengikuti prosesi. ”Paling susah bukan siapkan alatnya, ya. Tapi siapkan hati,” sambungnya. Sebab, suasana rumah berbeda dengan gereja. Jeany mengatakan, konsentrasinya kerap terpecah.
Ada juga jemaat yang beribadat dengan cara masing-masing. Sembari berkegiatan. Tapi, tetap mengingat Tuhan. Sherly Setiono salah satunya. Jemaat Gereja IFGF Sukomanunggal itu justru berolahraga sembari beribadat. Pagi-pagi kemarin (22/3) dia sudah menyiapkan sepedanya. Lengkap dengan ponsel dan headset. ”Biar nggak bosan dengerinnya, jadi aku pakai sepedaan keliling rumah delapan kali,” tuturnya, kemudian tertawa.
Sepanjang jalan, ponselnya memainkan video YouTube dari channel IFGF Surabaya. Selama 50 menit, Sherly mendengarkannya dengan khidmat.
Begitu pun sang suami dan anak-anaknya. Mereka punya cara sendiri-sendiri untuk beribadat. ”Suami Katolik. Dia umat Gereja Santo Yakobus, CitraLand. Dia sendiri sambil ngopi,” papar dia. Sedangkan kedua anaknya dibebaskan untuk mengikuti live streaming atau memilih ibadat sendiri dengan membaca Alkitab mandiri setiap hari.