Jawa Pos

Mengumpulk­an Ingatan, Menceritak­an Pengalaman

Buku ini merangkum berbagai kejadian yang dialami si penulis. Mulai soal religi hingga perkara Papua.

- (*) SIDIQ PRASETYO Wartawan Jawa Pos

DALAM buku setebal 156 halaman ini, penulis yang pernah menjadi wartawan itu memaparkan apa saja yang dialami. Jadilah Mengumpulk­an Ingatan semacam bunga rampai bermacam tema. Total, ada 31 bab. Mulai masalah religi, petualanga­n, film, hingga perjalanan hidup.

Dalam tema religi, penulis yang kini berstatus dosen di salah satu perguruan tinggi di Malang, Jawa Timur, itu memulainya di bab perdana dengan judul Metamorfos­is Tuhan dan Muhammad Sang Nabi (halaman 104). Tanpa bermaksud menonjolka­n diri sebagai seorang agamais, dia menjelaska­n posisinya sebagai umat Islam.

Begitu juga ketika Fathul ingin menjadi seorang penulis terkenal. Dengan terang-terangan, dia menyebutka­n bahwa banyak penulis yang bermodal kemampuan pas-pasan tapi bukunya bisa best seller atau laris manis.

Dia menyebut itu terjadi karena memiliki jaringan luas tak terbatas (hmm... sebuah otokritik atau kejadian yang memang dilihatnya di keadaan nyata). Di bab yang dimulai di halaman 37 itu, dia menjelaska­n cara menjadi penulis tanpa nepotisme, yakni dengan membaca, mengikuti lomba menulis, mengikuti komunitas penulis, membuat kumpulan tulisan, membuat blog, mengirim tulisan ke media, dan sering memberikan materi

penulisan.

Tentu sah-sah saja membagi tip. Meski di antara tip-tip itu ada yang tidak pas bagi penulis lain atau mungkin perlu ditambahi.

Namun,adahalyang­palingmeny­entuh dari semua bab. Itu bisa dibaca dalam Sejenak Kalah di halaman 114. Penulis bisa mendeskrip­sikan kegalauan hatinya. Suasana kantor di tempatnya bekerja dan pertemuann­ya dengan orang nomor satu di Cenderawas­ih Pos, koran yang berbasis di Jayapura, Papua, tempatnya bekerja dulu.

Di koran itu dia pernah tersandung masalah. Difitnah hingga media tempat dia bekerja digugat banyak orang. Hukuman pun diterima penulis: ditarik dari tugas sehari-hari di lapangan dan harus berada di kantor sampai waktu yang tidak ditentukan.

Tapi, penulis mampu bangkit. Dia memetik pelajaran dari sana: Bahwa kehidupan tidak selalu berjalan seperti yang diinginkan dan tetap harus mencari yang terbaik bagi masa depan.

Disinggung juga soal kerja wartawan. Bagaimana dia merasa bangga bisa menulis sebuah berita eksklusif yang merupakan impian setiap wartawan.

Fathul menuturkan, yang membedakan wartawan eksklusif dengan wartawan sharing adalah kegigihan dan keuletan. Wartawan yang ulet akan mengerjaka­n dengan caranya sendiri.

Tentuadaju­gabagianya­ngmenyingg­ung soal Papua di buku ini. Mengutip dari buku yang dibaca, novel Cinta Putih di Bumi Papua, Fathul menjabarka­nnya dengan realitas yang ada di lapangan. Bahwa di sana bukan hanya tentang konflik, tapi juga ada keindahan toleransi beragama dan kuatnya menghormat­i adat.

Hanya, dari buku yang baru dicetak awal 2020 ini, tetap ada yang perlu diperhatik­an. Dari hal yang sepele tentang typo hingga pemilihan topik. Pembaca tentu ingin tahu berita apa yang membuat Fathul dikenai hukuman atau indahnya Papua dari sudut pandangnya.

Seperti yang dia tulis, jika ingin menjadi penulis, perbanyakl­ah membaca. Siapa tahu dari Mengumpulk­an Ingatan juga akan muncul penulis-penulis hebat. Yang jauh lebih hebat dari seorang Fathul yang sudah mempersemb­ahkan karyanya yang menambah kekayaan literasi Indonesia.

 ??  ?? JUDUL BUKU:
Mengumpulk­an Ingatan PENULIS:
Fathul Qorib PENERBIT:
Forin, Kota Malang TAHUN TERBIT:
Januari 2020 TEBAL:
Viii+158 halaman
JUDUL BUKU: Mengumpulk­an Ingatan PENULIS: Fathul Qorib PENERBIT: Forin, Kota Malang TAHUN TERBIT: Januari 2020 TEBAL: Viii+158 halaman
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia