Jawa Pos

Butuh Bantuan Mika dan Tali Karet

- Jawa Pos SALMAN MUHIDDIN,

Ribuan pegawai dan tenaga kesehatan kekurangan alat pelindung diri (APD) saat perang melawan C oronavirus disease (Covid-19). Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) datang membantu bersama para relawan. Mereka memproduks­i alat pelindung wajah (face shield) agar garda terdepan tidak ikut tumbang.

GEDUNG Departemen Desain Produk (Despro) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya begitu lengang kemarin (28/3). Aktivitas belajarmen­gajar ditiadakan sejak Covid-19 merebak. Tidak ada kendaraan sama sekali di tempat parkir. Satpam penjaga gerbang pun ikut libur.

Di tengah keheningan itu, terdengar sayup-sayup mesin yang masih beroperasi. Terutama mesin bor yang melubangi benda yang cukup keras. Suara tersebut datang dari bengkel di belakang gedung utama. ’’Halo, Mas. Kami di sini,’’ sapa Ady Setiawan sembari melambaika­n tangan.

Pendiri Komunitas Roodebrug Soerabaia dan penulis buku-buku sejarah itu merupakan alumnus ITS. Bukan dari despro, melainkan teknik sipil. Sudah sepekan terakhir dia menjadi relawan di sana. Ady menerangka­n bahwa yang menjadi relawan bukan hanya dari ITS. Bahkan, mahasiswa dari Malang pun ikut menjadi relawan kemanusiaa­n.

Ady memperkena­lkan Jawa Pos degan Djoko Kuswanto, kepala Integrated Digital Design Laboratory

ITS. Dia adalah salah satu penggagas gerakan tersebut. Dia juga koordinato­r wilayah Asosiasi Printer Tridimensi Indonesia (3D Print) Jatim. Djoko dan asosiasiny­a mencetak face shield di berbagai tempat.

Di laboratori­umnya, ada 11 alat yang bekerja tanpa henti, 24 jam nonstop. Lengan-lengan mesin cetak tersebut meletakkan filamen sedikit demi sedikit hingga membentuk benda sesuai desain. ’’Butuh waktu hingga dua jam untuk satu unit face shield,’’ ujar Djoko kemarin

Setiap hari laboratori­um bisa menghasilk­an 100 face shield hasil cetakan printer tridimensi. Mereka dibantu para pengusaha yang memiliki printer tridimensi di berbagai daerah untuk mempercepa­t produksi. Jadi, setiap hari ada 200 unit yang dicetak.

Meski sudah banyak mesin yang dilibatkan, hasil produksi tetap belum bisa memenuhi permintaan rumah sakit dan puskesmas. Setidaknya ada 270 ribu permintaan di area Jatim saja. Sementara itu, permintaan juga datang dari wilayah lain.

’’Yang Jakarta juga minta. Kasihan mereka sampai nangis-nangis.

Di sana kondisinya memang lebih ngeri,’’ kata Djoko. Namun, dia masih fokus memenuhi kebutuhan di Jatim.

Dia berharap ada relawan di daerah lain yang juga ikut membantu pembuatan face shield tersebut. Terutama pemilik printer tridimensi. Djoko akan mengirimka­n data desain face shield yang dibuat. Mere kayang membutuhka­n desain itu bisa menghubung­i

Produksi dengan mesin cetak tridimensi ternyata tidak bisa memenuhi kebutuhan. Karena itu, dia juga memakai CNC Router yang bisa memproduks­i secara masal.

Selain itu, Djoko menggunaka­n mesin plong yang bisa lebih cepat dan praktis. Face shield dari mesin plong memang lebih simpel. Namun secara fungsi tetap sama. ’’Jadi, kalau semua cara dikombinas­ikan, kami bisa memproduks­i 8−10 ribu unit per hari,’’ jelas pria asli Surabaya itu.

Alat-alat yang sudah dicetak akan diserahkan kepada para relawan. Tugas mereka merakit tali karet, mika pelindung, hingga rangka face shield menjadi satu. Pekerjaan para tim perakit itu, tampaknya, tidak bisa dilakukan kemarin. Sebab, mereka sulit mendapatka­n karet pengikat. Djoko mengatakan, salah satu kendala yang mereka hadapi adalah bahan.

Tidak lama kemudian, salah seorang relawan datang membuka pintu. Dia sudah mendapatka­n karet pengikat itu setelah keliling kota. ’’Oleh teko endi?’’ tanya Djoko. ’’Nang Blauran onok,’’ ucap relawan tersebut.

’’Ayo, ayo, ayo kerja lagi. Ojo mangan ae, tambah lemu engkok awakmu,’’ ucap Joko kepada para relawan. Mereka pun langsung mengebut perakitan sehingga alat itu bisa segera dikemas dan didistribu­sikan.

Relawan juga masih kekurangan bahan mika pelindung yang menjadi elemen utama. Paling tidak, dia membutuhka­n 90 gulungan mika. Yang sudah terbeli hanya 18 unit. ’’Rencananya ke pabriknya langsung di daerah Manyar, Gresik,’’ ujarnya.

Pada saat genting seperti ini, ada juga yang memanfaatk­an kesempatan dalam kesempitan. Beberapa orang menggunaka­n desainnya, lalu menjual face shield itu secara online. ’’Mau bagaimana juga. Mau melarang juga enggak bisa. Enggak ada waktu ngurusi yang begituan,’’ katanya.

Namun, dia berharap desainnya digunakan untuk kepentinga­n sosial. Jika di setiap daerah ada yang mau memproduks­i face shield untuk pegawai dan tenaga kesehatan, perang melawan korona bisa kita menangkan.

 ?? FRIZAL/JAWA POS ?? PENUHI PERMINTAAN: Kepala Integrated Digital Design Laboratory ITS Djoko Kuswanto memantau pembuatan face shield kemarin.
FRIZAL/JAWA POS PENUHI PERMINTAAN: Kepala Integrated Digital Design Laboratory ITS Djoko Kuswanto memantau pembuatan face shield kemarin.
 ?? FRIZAL/JAWA POS ??
FRIZAL/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia