Klaim Layani Pekerja, Bukan Pemudik
SURABAYA, Jawa Pos Pemandangan warga yang menaiki kapal kelotok di dermaga Ujung– Kamal, Perak Utara, masih terlihat di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kemarin (4/5) tidak lebih dari sepuluh orang memanfaatkan kapal itu untuk menyeberang ke Pulau Madura. Mereka menggunakan kapal berukuran kecil tersebut sejak segala transportasi laut tidak beroperasi.
Amin, salah seorang pengemudi, mengatakan bahwa pihaknya mengoperasikan kapal kelotok untuk mengantar ke Madura sejak pemberlakuan PSBB. Itu dilakukan semata-mata untuk membantu para pekerja dan memenuhi kebutuhan seharihari. ”Iya, baru kali ini narik kapal untuk ke Madura. Biasanya layani ABK tongkang atau tugboat,” ungkap pria asli Madura
Sejak pagi Amin mengoperasikan kapal untuk mengantar beberapa orang yang bekerja di Surabaya. Kebanyakan penumpangnya adalah pekerja pelabuhan dan buruh harian. ”Semuanya pekerja, bukan pemudik lho. Kan ada yang seminggu sekali pulang. Ada yang setiap hari juga,” jelasnya. Pemudik, tambah dia, lebih banyak melewati Jembatan Suramadu.
Amin mengungkapkan, keuntungan selama mengoperasikan kelotok itu tidak terlalu banyak ketimbang sebelum PSBB. Sebab, sebelum PSBB, pihaknya lebih sering melayani para ABK tongkang dan tugboat yang intensitasnya lebih sering. ”Sitik. Baru jalan dua kali PP. Satu orang Rp 10 ribu, belum lainnya,” kata dia.
Sementara itu, pengurus Forum Maritim Jawa Timur Ali Yusa menyatakan, tidak mungkin pemudik memanfaatkan jalur laut dengan menggunakan kelotok. Lanjut dia, sebagian besar pemudik memanfaatkan jalur Jembatan Suramadu yang gratis dan lebih ekonomis.
Kepala Jurusan Teknik Perkapalan Universitas Muhammadiyah Gresik itu membenarkan, mayoritas yang memanfaatkan transportasi kapal kelotok adalah pekerja asal Kamal, Telang, dan
Socah yang bekerja di Surabaya. Sebelum pandemi, lanjut Yusa, ada juga para abdi negara yang memanfaatkan moda transportasi tersebut. ”Karena itu, sayang jika kapal feri dan lainnya tidak beroperasi,” tuturnya kemarin.
Yusa mengungkapkan, tidak beroperasinya kapal feri dan ASDP itu dapat disebut hal yang merugikan bagi masyarakat kecil. Sebab, ketika alat transportasi tersebut tidak beroperasi, masyarakat menggunakan kelotok yang jauh dari kata aman.
Menurut Yusa, BUMN yang bergerak di bidang transportasi laut sebaiknya tetap melakukan operasi penyeberangan meskipun di masa pandemi. Sebab, kata dia, yang pasti pengguna kapal tidak lebih dari 50 persen. ”Itu berarti masih memenuhi. Apalagi untuk angkut kebutuhan pokok. Kan jauh lebih baik,” jelas Dewan Pembina IKA ITS Jawa Timur tersebut.
Pihaknya tidak ingin berspekulasi lebih tentang pemberlakuan PSBB untuk transportasi laut. Namun, pihaknya berharap kapal-kapal angkut itu dapat segera beroperasi. Sebab, keberadaannya sangat membantu masyarakat kecil. ”Iya, semoga (pandemi) segera berakhir. Sebab, penyeberangan Ujung itu infrastruktur penting yang menghubungkan antarkota,” pungkasnya.