Tinggal Gantungkan Bantuan ke Pagar, Yang Butuh Bebas Ambil
Berbagi bisa dilakukan dengan berbagai cara dan beragam bentuk. Misalnya, yang dilakukan warga di Jalan Medokan Ayu Utara XXVI, Kelurahan Medokan Ayu, Rungkut. Pagar rumah menjadi media untuk berbagi dengan para tetangga dan masyarakat sekitar.
IBU-IBU di Jalan Medokan AyuUtaraXXVItampakmengantre sambil menenteng tas kresek. Satu per satu bungkusan itu digantung ke tembok salah seorang warga. Setelah selesai, mereka balik ke rumah.
Jawa Pos
Di sana tergantung sekitar 25 kantong. Isinya beragam. Ada sayuran, ikan, beras, mi instan, hingga telur. Tak berselang lama, datang ibuibu lain
g
Mereka tampak memilah tas kresek itu. Lalu, diambil dan dibawa pulang. ”Hari ini dapat sayur asem dan ikan pindang satu keranjang,” kata Kholifah, salah seorang warga.
Berbagai bahan pokok yang tergantung itu memang disediakan gratis. Di sana terpampang informasinya. ”GRATIS. Silakan ambil bagi yang membutuhkan,” begitu bunyi tulisan yang tertempel di sana.
Itulah salah satu bagian dari aktivitas Gerakan Sayang Semua. Gerakan tersebut digagas warga di Jalan Medayu Utara XXVI RT 4, RW 13, Kelurahan Medokan Ayu, Rungkut. Saban hari paket bahan pokok disiapkan untuk warga yang membutuhkan. Siapa pun bebas mengambil selama membutuhkan.
Cara yang dilakukan unik. Digantung begitu saja. Apalagi saat ini masa pandemi Covid-19. Cara itu dinilai efektif. Tidak perlu berkerumun atau keluyuran dari pintu ke pintu.
Penggagas Gerakan Sayang Semua Deasy Prasetyo mengatakan, inisiatif itu awalnya hanya di depan rumah miliknya. Saban hari 3−5 kantong berbagai bahan makanan digantung di depan rumah. ”Saya tulisi, silakan ambil, gratis,” paparnya.
Terkadang berisi sayuran atau lauk-pauk. Bisa juga beras, sarden, atau telur. Namun, paket yang dibagikan sudah termasuk bumbu.
Tujuannya, warga yang membutuhkan tidak perlu mencari bahan tambahan lagi.
Sering kali Deasy berpikir, baginya, memasak tiap hari sudah jadi rutinitas. Meskipun saat pandemi, dia tidak terlalu merasakan dampaknya. ”Namun, bagaimana yang lain? Saya bisa makan, tapi tetangga saya bagaimana?” ucapnya.
Gerakan tersebut dilakukan sejak pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan pada 28 April lalu. Tak disangka, ternyata apa yang dia lakukan menarik perhatian warga lain. ”Akhirnya, yang lain ingin ikut memberikan bantuan seperti itu,” jelasnya.
Karena rumah Deasy berada di ujung paling belakang gang, lokasi pembagian dipindah ke posisi tengah. Lantas, dibuatlah semacam rak gantung serta spanduk pemberitahuan. Saban pagi mulai pukul 06.30 warga yang menjadi donatur meletakkan paket bantuan itu. Tidak sampai satu jam, paket yang disediakan habis.
Misalnya, yang dilakukan Muhibbatun Nisa. Saban pagi dia keluar rumah untuk menggantungkan bantuan. ”Tiap hari saya nyepaki beras, ikan, dan sayur,” katanya.
Dia menyatakan biasa berbelanja tiap hari. Baik untuk kebutuhan sendiri maupun untuk warga. ”Kalau beras kan banyak di rumah. Paling tinggal mencari ikan dan sayurnya,” katanya.
Menurut dia, pemberian bantuan seperti itu memang lebih baik. Sebab, jika bantuan diberikan dari pintu ke pintu, khawatirnya timbul masalah baru. ”Misalnya, karyawan yang sedang diisolasi mandiri. Kita kan enggak tahu kondisi mereka seperti apa. Mau menanyakan statusnya seperti apa juga enggak enak. Kalau digantung seperti ini, meminimalkan interaksi dan yang membutuhkan lebih leluasa,” ujarnya.
Dia mengatakan, paket bantuan itu awalnya hanya diperuntukkan warga di Jalan Medokan Ayu Utara XXVI. Namun semakin lama, ternyata ada juga warga dari gang lain yang mengambil. Termasuk tukang ojek yang kebetulan melintas di sana. ”Bahkan, dari RW lain juga ada yang datang untuk ambil bantuan,” ungkapnya.
Khusus Minggu, bukan hanya bahan makanan yang digantung di sana. Melainkan juga makanan siap santap. Mulai kue, es, hingga nasi. ”Kami pikir kalau sayur terus, bisa bosan. Makanya kami ganti makanan matang. Yang diberikan ya hasil masakan kami sendiri. Jumlah dan menunya tidak ada batasan,” papar Deasy.
Apa yang dilakukan warga itu nyatanya membuat warga di gang lain tergugah. Hal yang sama dilakukan. Ada yang diletakkan di depan musala atau di pos kamling.
Kini donasi yang datang bukan dari warga sekitar saja. Namun, banyak juga yang berasal dari luar. ”Bantuan terkadang ada yang sudah dikreseki. Namun, ada juga yang masih utuh,” ujar Pudji Hariana, warga yang lain.
Kalau menerima utuh, biasanya bantuan tersebut akan dibagi dalam paket-paket kecil. Penyalurannya pun tidak langsung. Sebab, program seperti itu tidak mewajibkan siapa pun untuk terus-menerus memberikan bantuan. Ada kalanya hanya sedikit warga yang menaruh bantuan. ”Nah, kalau waktu seperti itu, giliran bahan-bahan yang tahan lama dikeluarkan untuk menambah jumlahnya. Dengan begini, bantuan yang tersedia cukup untuk tiap hari,” katanya.