Hindari RS, Manfaatkan Telemedicine
Upaya Pencegahan Penularan saat Berobat
SURABAYA, Jawa Pos − Kalau tidak sakit parah, warga disarankan tidak datang ke rumah sakit (RS). Sebab, seluruh rumah sakit berpotensi menjadi tempat penularan Covid-19.
Ketua Komisi D DPRD Surabaya Khusnul Khotimah menerangkan bahwa RS yang tidak menjadi rujukan pasien Covid-19 juga berpotensi menjadi tempat penularan. Sebab, banyak pasien yang belum tahu dirinya terjangkit Covid-19 dirawat lebih dulu di RS non rujukan. ”Dan di RS non rujukan itu APD-nya tidak selengkap yang rujukan. Makanya dalam situasi ini, kita harus benar-benar jaga kesehatan biar tidak ke rumah sakit,” ujar Khusnul kemarin.
Karena itulah, muncul ide memperbanyak telemedicine. Orang-orang yang sakit melakukan konsultasi jarak jauh. Sudah ada sejumlah aplikasi yang bisa digunakan pasien.
Khusnul menilai cara itu seharusnya lebih dipopulerkan saat ini. Masalahnya, belum semua warga terbiasa dengan cara tersebut. Mereka masih menganggap berobat itu harus bertemu dengan dokter. ”Tantangannya di situ. Perlu pembiasaan,” jelasnya.
Ide itu kali pertama dikemukakan Ketua Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jatim Dodo Anondo saat telekonferensi dengan komisi D. Dia menerangkan bahwa penerapan telemedicine masih dibicarakan. ”Masih mungkin tidak digunakan cara itu. Apa bisa cocok?” ujarnya.
Walaupun diterapkan, seluruh rumah sakit akan tetap buka untuk penanganan secara konvensional. Sebab, banyak jenis penyakit yang tidak bisa ditangani secara telemedicine. ”Misalnya, jantung atau diabet. Itu tetap membutuhkan rumah sakit,” ujar Dodo.
Namun, yang harus dipastikan adalah jarak penanganan pasien Covid-19 dengan penyakit lainnya harus berjauhan. Sebab, ada 20 rumah sakit rujukan Covid-19 yang juga menangani penyakit non-Covid-19.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya Brahmana Askandar menerangkan, telemedicine sebenarnya sudah ada dalam edaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sistem itu bisa dilakukan saat pandemi. ”Jalur telemedicine sudah dilakukan lewat fasilitas online. Misalnya, Halodoc,” kata Brahmana kemarin.
Brahmana menerangkan, ada tiga proses diagnosis oleh dokter. Tidak semuanya bisa dilakukan secara telemedicine. Tiga proses itu adalah anamnesis atau wawancara, diagnosis fisik seperti benjolan, dan pemeriksaan tambahan. ”Contohnya, imaging dan laboratorium darah,” jelasnya.
Dari tiga proses tersebut, yang paling mungkin dilakukan secara jarak jauh adalah anamnesis. Sementara itu, pemeriksaan lanjutan tetap membutuhkan kehadiran di rumah sakit.
Khusnul menilai cara itu sangat cocok dilakukan. Dia yakin masyarakat akan terbiasa asalkan ada sosialisasi yang masif. Dia melihat sosialisasi tersebut masih sangat jarang. ”Selain itu, pelayanan telemedicine harus lebih murah,” katanya.