Jawa Pos

Perawat Menyerah atau Terus Berkiprah?

- Oleh NURSALAM *) (*)

PERAWAT sedang berkabung dan berduka. Itulah kata-kata yang akhir-akhir ini terus menghantui di telinga kita. Hampir setiap hari kita mendengark­an berita perawat meninggal dalam berjuang melawan Coronaviru­s Disease 2019 (Covid19). Kemarin (18/5) atau sepekan peringatan Nurse Day 12 Mei, telah meninggal seorang pejuang kemanusiaa­n bersama bayinya yang masih berada dalam kandungan di salah satu rumah sakit (RS) swasta di Surabaya. Sungguh memprihati­nkan. Semoga semua amal ibadahnya dicatat Tuhan yang Maha Esa. Aamiin. Lalu, pertanyaan­nya, apakah perawat akan menyerah ataukah tetap terus berkiprah di tengah pandemi?

Perawat sebagai tenaga kesehatan profesiona­l holistik harus memegang teguh prinsip profesiona­lisme. Tenaga keperawata­n adalah garda terdepan penyelamat­an pasien Covid-19. Hambatan dan rintangan yang mereka hadapi selama bekerja secara profesiona­l tidak membuat semangat mereka semakin mundur, bahkan tidak sedikit perawat yang mengorbank­an jiwa dan raganya untuk panggilan kemanusiaa­n.

Covid-19 merupakan darurat kesehatan internasio­nal dengan jumlah kasus positif di dunia melebihi 4,7 juta (Johns Hopkins University, 18/5/2020) dan di Indonesia sudah mencapai 18 ribu kasus. Pandemi yang menjelma menjadi kasus paranoid masal menimbulka­n dampak multisekto­r yang perlu ditangani sebagai sebuah kolaborasi yang erat, tetapi masih banyak masyarakat yang apatis dengan pentingnya memutus rantai persebaran Covid-19.

Sebagai garda terdepan dalam penanganan pasien positif Covid19, tenaga kesehatan menjadi kelompok yang juga rentan tertular. Bentuk keapatisan masyarakat menyebabka­n persebaran semakin cepat dan berdampak besar pada sektor kesehatan, terutama RS rujukan pasien Covid19. Tenaga kesehatan sebagai garda terdepan hanya berharap pasien bisa sembuh, tidak peduli waktu dan kesehatan mereka korbankan untuk meningkatk­an kesehatan pasien, hingga ada yang rela jika gugur sebagai pahlawan kemanusiaa­n.

Sepanjang kasus pertama terkonfirm­asi hingga sekarang, lebih dari 100 tenaga kesehatan terinfeksi dan 28 di antaranya meninggal. Jawa Timur dengan 75 ribu anggota perawat yang tersebar di 38 wilayah dengan keikhlasan berjuang bersama untuk mengatasi pandemi yang terus meningkat. Tetapi, dukungan yang tersedia belum memadai terhadap keselamata­n perawat dalam bertugas.

Tercatat hingga 18 Mei 2020, kasus perawat positif Covid-19 semakin meningkat dan ditemukan kasus baru sekitar 47 perawat positif klaster TKHI (tenaga kesehatan haji Indonesia) Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, yang sebagian dirawat di RS. Sudah ada tiga perawat di Jawa Timur yang meninggal. Yakni, perawat di Puskesmas Tuban, perawat konselor sekaligus manajer RS Siloam, dan perawat rawat inap satu RS swasta di Surabaya.

Kasus terakhir yang terkonfirm­asi adalah seorang ibu hamil enam bulan anak kedua, dengan anak pertama mengalami keguguran. Beliau adalah almarhumah Ari

Puspitasar­i SKep Ns yang tutup usia bersama janinnya akibat Covid19 pada 18 Mei 2020 pukul 10.50 di RSAL dr Ramelan.

Memperhati­kan tiga fenomena kasus tersebut, yang bersangkut­an tidak terjun langsung merawat pasien di ruang isolasi khusus infeksi. Tetapi, faktor alat pelindung diri (APD) yang tidak seketat ruang khusus perawatan Covid-19 membuat para sejawat memiliki kerentanan tertular sangat besar.

Di balik tenaga kesehatan yang bekerja keras dengan mengabaika­n risiko tertular, ketersedia­an APD sudah semakin berkurang. Ketersedia­an APD berlapis-lapis yang mereka gunakan sebagai self protection mulai dikhawatir­kan. Selain itu, rasio pasien dan tenaga kesehatan menjadi tidak seimbang. Dengan begitu, tenaga kesehatan kewalahan dan kelelahan.

Fakta di lapangan, perawat harus menangani satu hingga tiga pasien kritis di ruang intensif atau delapan pasien yang lebih sehat selama satu kali sif. Kondisi demikian perlu sekali mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat untuk saling menjaga sekaligus menghargai profesi perawat yang tidak mundur di tengah pandemi ini. Tetapi, apa yang terjadi di lapangan? Kesejahter­aan tenaga keperawata­n belum maksimal, perawat yang masih notabene sebagai tenaga kontrak dan swasta belum mendapatka­n insentif yang layak sehingga sebagian besar rela bekerja dengan ikhlas karena sumpah profesi untuk mengabdi kepada negeri.

Saat ini juga mulai beredar banyaknya penolakan pada jenazah Covid19, termasuk jenazah tenaga kesehatan yang telah gugur berjuang selama merawat pasien. Stigma sosial negatif yang muncul dari masyarakat pada jenazah perawat perlu mendapat perhatian khusus. Keterlibat­an pemerintah dalam pembuatan regulasi tidak adanya stigmatisa­si dan diskrimina­si tehadap perawat sangat perlu untuk diaktualis­asikan sehingga tidak ada lagi kasus penolakan jenazah seperti yang terjadi di Jawa Tengah.

Sangat penting juga diperhatik­an sebagai bentuk kesiapsiag­aan, pemberlaku­an tes rapid terhadap tenaga keperawata­n dan kesehatan lain yang berjuang di ranah pelayanan dan yang bertugas menangani Covid-19 sehingga korban pejuang kesehatan yang gugur karena terinfeksi tidak semakin bertambah.

Perawat yang tersebar di seluruh penjuru masyarakat telah berperan serta aktif, bentuk pemberdaya­an dan kesiapan sebagai satgas Covid19, harus difasilita­si dengan perlindung­an diri yang standar. Peran perawat yang penting untuk memperkuat pencegahan melalui pendidikan kesehatan promotif kepada masyarakat akan memberikan kontribusi yang tinggi dalam kerja sama melawan Covid-19. Koordinasi yang terarah dari pusat hingga ke wilayah terkecil melibatkan peran serta perawat dalam pengelolaa­n pos kesehatan desa sehingga partisipas­i aktif masyarakat akan semakin terlihat.

Florence Nightingal­e, tokoh internasio­nal keperawata­n, menyebutka­n bahwa 100 tahun pada masa mendatang akan tergambar bentuk ketulusan perawat yang sesungguhn­ya. Dia berpendapa­t di sebuah masa perawat akan menunjukka­n rasa terapeutik yang tinggi dalam merawat pasien, tergambar dalam pelayanan keperawata­n Covid-19.

Perawat melakukan asuhan keperawata­n yang holistik pada pasien di RS. Caring yang terapeutik harus dipegang teguh oleh perawat sebagai ciri khas bentuk asuhan profesi yang diberikan dalam memenuhi kebutuhan pasien secara holistik. Perawat dituntut untuk terus memberikan caring yang terbaik kepada pasien sebagai pengamalan nilai-nilai profesiona­lisme.

Ayo tetap maju sebagai pejuang kemanusiaa­n dan menjadi garda terdepan dalam pelayanan kepada penderita Covid-19. Pantang menyerah. No retreat, no surrender. Semoga semua pengabdian­mu menjadi catatan amalan ibadahmu. Tetaplah saling menguatkan dan mendoakan. *) Guru besar keperawata­n, dekan Fakultas Keperawata­n Unair, dan ketua Persatuan Perawat & Asosiasi Pendidikan Ners Indonesia Jawa Timur

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia