Tak Buru-Buru Sebut Insomnia
Orang awam menganggap dirinya mengidap insomnia saat sulit tidur. Akibatnya, tidak sedikit yang minum obat penenang agar bisa tidur. Padahal, yang perlu dilakukan adalah memperbaiki kualitas tidur.
memiliki beberapa kriteria. Di antaranya, gangguan ketika hendak memulai tidur, sulit mempertahankan tidur, atau gampang terbangun ketika sedang tertidur. Dampaknya, orang yang terganggu tidurnya akan cemas untuk melakukan aktivitas keesokan harinya.
Jadi, kesimpulannya, insomnia bukan sekadar susah tidur. Karena itu, klaim insomnia tidak dilakukan sembarangan. Perlu pemeriksaan lebih lanjut.
Dokter Jiemi Ardian SpKJ memaparkan, sepertiga populasi mengeluhkan masalah tidur setahun terakhir. Namun, hanya sekitar 17 persen yang merasa gangguan tidur itu mengganggu aktivitas sehari-hari. Setelah diteliti lebih dalam, hanya 6–10 persen yang masuk kategori insomnia.
Menurut Jiemi, insomnia berlangsung lebih dari tiga hari per minggu selama lebih dari tiga bulan. ”Jadi, jangan terburu-buru
menilai kita insomnia dan butuh obat tidur. Karena insomnia butuh konsultasi panjang,” jelas alumnus FK Universitas Sebelas Maret Surakarta itu saat live streaming Mindfulness: A Way to Improve the Quality of Sleep bersama
Ibunda.id Rabu (13/5).
Kalau kesulitan tidur hanya berlangsung sesekali alias kambuhan, jangan langsung risau. Itu biasa dan tidak memerlukan obat tidur. Sebab, tidak termasuk kategori penderita insomnia. Yang harus dilakukan adalah memperbaiki kualitas tidur. Psikiater yang berpraktik di Siloam Hospitals Bogor itu menyebutkan, kecemasan adalah penyebab timbulnya masalah tidur. Mengkhawatirkan kesulitan tersebut berdampak kecemasan yang berlipat ganda. Kecemasan itu dinamakan cemas antisipatori. Mengantisipasi sesuatu, termasuk kecemasan, dengan kecemasan yang akhirnya memberi akibat tidak tidur. ”Aduh, udah jam segini nggak bisa tidur, besok ada meeting lagi,” ujar Jiemi, menirukan keluhan orang-orang.
Mindfulness dia sebut sebagai cara tepat untuk memperbaiki kualitas tidur. Mindfulness bisa diartikan menyadari pikiran, perasaan, dan kondisi yang sedang dialami. Seseorang menerima kecemasan itu, tapi tidak tenggelam di dalamnya. ”Tenangkan batin. Baiknya setelah kita menyadari itu, ya beristirahat sejenak, itu namanya mindfulness. Gimana caranya? Sabar,” terangnya.
Sebelum mengenal mindfulness, khalayak perlu mengenali doing. Itulah pemikiran spontan dan ada keinginan untuk mengubah sesuatu. Lawannya adalah being. Menyadari apa yang dirasakan, dipikirkan, dan dialami sehingga hal itulah yang akan diamati.
Jiemi mengungkapkan, jika ingin tidur berkualitas, tidur being-nya diperkuat. Misalnya, menyiapkan kasur dan suasana ruangan.
Sedangkan doing, kata Jiemi, diperlukan untuk bekerja, bersekolah, dan segala sesuatu yang membutuhkan usaha. ”Jangan ditukar, ya,” ucap Jiemi.