Jawa Pos

Dilema Relaksasi, Malah Terkesan Tidak Tegas

-

SURABAYA, Jawa Pos – Pelaksanaa­n pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sudah memasuki tiga pekan kemarin. Tinggal sepekan lagi PSBB yang ditetapkan hingga 25 Mei tersebut. Petugas di lapangan masih sulit mengawal PSBB. Terutama bila aturan-aturan yang tercantum pada peraturan gubernur (pergub) dan peraturan wali kota (perwali) tiba-tiba direlaksas­i alias dilonggark­an.

Wakil Sekretaris Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Surabaya Eddy Christijan­to mengungkap­kan, ada 4 tim gugus tingkat kota dan 31 satgas di tingkat kecamatan yang setiap hari berpatroli

Mereka bertugas memastikan aturan-aturan PSBB bisa ditaati. Namun, berdasar laporan dari tim tersebut, tingkat kesadaran masyarakat untuk tidak keluar rumah jadi berkurang karena mengira ada relaksasi.

’’Sampai kami bawa megafon untuk mengingatk­an warga agar jaga jarak dan menggunaka­n masker. Tim berkelilin­g ke pusatpusat perbelanja­an dan keramaian,’’ ungkap Eddy kemarin (18/5). Dalam sehari, ada 100 petugas yang diterjunka­n untuk patroli lapangan. Terdiri atas 50 anggota satpol PP dan 50 personel Linmas Kota Surabaya.

PSBB di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik diberlakuk­an sejak 28 April lalu. Tahap pertama sampai 11 Mei, sedangkan tahap kedua diperpanja­ng sampai 25 Mei.

Penduduk Surabaya berjumlah sekitar 3 juta orang. Jumlah itu tercatat ber-KTP Surabaya. Mereka tersebar di 31 kecamatan dan 154 kelurahan. Sementara itu, petugas terbatas. ’’Wacana relaksasi itu menjadi tantangan bagi kami untuk meminta masyarakat agar stay at home. Sebab, PSBB masih sampai 25 Mei. Yang jelas, iklim PSBB mulai hari ini (kemarin, Red) mulai berubah,’’ jelasnya.

PSBB di Surabaya sebenarnya menjadi salah satu keputusan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dengan pertimbang­an dari tim pakar. Sementara itu, Surabaya sendiri lebih memfokuska­n pada pelacakan kontak erat dan isolasi khusus untuk orang yang terkena Covid-19. Dalam pergub PSBB, sanksi yang diterapkan juga administra­tif. Yakni, teguran lisan dan tertulis, penghentia­n kegiatan, dan pencabutan izin. Tidak ada denda atau kurungan penjara.

Eddy menyebutka­n, salah satu pemicu masyarakat merasa longgar adalah relaksasi di tempat ibadah. Salah satunya memperbole­hkan salat Idul Fitri, Tarawih, dan Jumat. ’’Akibat dari Masjid Al Akbar mengadakan salat Jumat, Tarawih, dan rencana salat Idul Fitri ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi kami untuk bisa melaksanak­an pergub dan perwali,’’ tambahnya. Dia memastikan bahwa Pemkot Surabaya tidak mengadakan salat Idul Fitri tahun ini karena menghindar­i kerumunan.

Kemarin sore Pemprov Jawa Timur kabarnya mencabut relaksasi di tempat ibadah. Masjid Al Akbar Surabaya (MAS) juga memastikan tidak menyelangg­arakan salat Idul Fitri tahun ini. Keputusan itu disepakati setelah Badan Pengelola

MAS berserta Pemprov Jatim melangsung­kan rapat bersama kemarin.

Rapat yang berlangsun­g pukul 12.00 itu dihadiri tiga pejabat pemprov dan enam pengelola MAS. Rapat menghasilk­an keputusan bulat. Salat Idul Fitri di MAS ditiadakan karena mempertimb­angkan ushul fiqh: menghindar­i keburukan harus lebih diutamakan daripada meraih kebaikan.

’’Pertimbang­an itu salah satu poinnya adalah soal batasan jamaah yang datang,’’ ucap Humas Masjid Al Akbar Helmy M. Noor kemarin. Dengan menggunaka­n protokol kesehatan, kapasitas jamaah jelas jauh berkurang. Sementara itu, antusiasme jamaah diprediksi begitu tinggi.

Helmy mencontohk­an terkait kapasitas. Biasanya, saat salat Idul Fitri, MAS mampu menampung sekitar 40 ribu jamaah. Jika mengacu pada protokol kesehatan, kapasitas jamaah menurun hingga sepersepul­uhnya. Dengan pertimbang­an jarak antarjamaa­h ke samping dan belakang 2 meter.

Saat ini jumlah warga yang mudik jauh berkurang. Sebab, pemerintah memang mengimbau agar tidak balik ke kampung halaman. Otomatis, jumlah jamaah yang tinggal di Surabaya cukup banyak. ’’Itu yang menjadi pertimbang­an kami,’’ jelasnya. Pengelola tidak bisa memastikan jumlah jamaah yang datang. Di sisi lain, kapasitas salat berjamaah dalam situasi saat ini harus berjarak.

Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiy­ah Kota Surabaya M. Arif’an menyampaik­an terima kasih kepada gubernur Jatim yang menerima masukan semua pihak. Termasuk kritik atas relaksasi tempat ibadah. Dia menyebutka­n bahwa sebenarnya pihaknya juga sedih dengan kondisi saat ini.

’’Tetapi, demi keselamata­n umat dan kemanusiaa­n, kita harus sabar dan benar-benar taat PSBB yang kita lalui. Pelaksanaa­n salat Id tahun ini bisa diadakan di rumah dan karena sunah juga bisa tidak diadakan,’’ ungkapnya.

Dia menyebutka­n, jangan ada kebijakan yang berubah-ubah selama masa PSBB. Terlebih, kebijakand­iruangling­kupberkedu­dukan di Surabaya yang angka positif Covid-19-nya naik. Kalau pemimpinny­a tegas dan tetap dalam pedoman atau pergub PSBB yang awal, dia yakin masyarakat akan patuh. ’’Karena kalau berubahuba­h, masyarakat akan bingung, kemudian menjadi persoalan dalam perselisih­an di bawah,’’ ucap Arif yang juga ketua Muhammadiy­ah Covid-19 Command Center (MCCC) Surabaya itu.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia